translated to :

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Rabu, 01 Februari 2012

Sultan Abdul Hameed II, Pemimpin Khilafah Islam Terakhir

Kejayaan Islam di benua Eropa antara lain ditandai dengan berkembangnya wilayah kedaulatan Khilafah Usmaniah Turki. Selama berabad-abad, kerajaan Islam tersebut berhasil menancapkan pengaruhnya di Eropa Timur, Balkan, dan Mediterania. Seiring bergulirnya waktu, pengaruh itu berangsur pudar. Menjelang masa-masa kejatuhannya, muncul pemimpin Khilafah Usmaniah terakhir yakni Sultan Abdul Hamid II. Dengan segala daya yang ada, ia mencoba untuk terus mempertahankan dienul Islam di wilayah-wilayah kekuasaannya dari bahaya yang semakin mengancam, khususnya dari kekuatan Barat dan Yahudi. Penuh konspirasi
Sultan Abdul Hamid II dilahirkan pada hari Rabu, 21 September 1842. Nama lengkapnya adalah Abdul Hamid Khan II bin Abdul Majid Khan dan merupakan putra kedua Sultan Abdul Majid I (dari istri keduanya). Ibunya meninggal dunia sewaktu ia berusia tujuh tahun. Abdul Hamid sedari muda, sudah bisa berbahasa Turki, Arab, dan Parsi di samping mengetahui bahasa Prancis. Ia juga gemar mempelajari beberapa buah buku kesusastraan dan puisi. Sewaktu orang tuanya, Sultan Abdul Majid meninggal dunia, pamannya, Abdul Aziz lantas diangkat menjadi Khalifah. Abdul Aziz tidak terlalu lama memegang jabatan Khalifah. Dia dipaksa berhenti dari jabatannya dan setelah itu dibunuh oleh musuh politik Usmaniah. Penggantinya adalah Sultan Murad, anak Sultan Abdul Aziz, namun dia pun disingkirkan dalam waktu yang singkat karena dianggap tidak layak. Pada tanggal 31 Agustus 1876, Sultan Abdul Hamid dilantik menjadi Khalifah menggantikan saudaranya, Murad V. Umat memberikan baiat dan ketaatan kepadanya. Pada waktu itu, ia telah berumur 34 tahun. Dari tahun 1877 hingga tahun terakhir memerintah pada 1909, ia tinggal di Istana Yildiz. Abdul Hamid menyadari, seperti yang diungkap dalam catatan hariannya, tentang pembunuhan pamannya dan pergantian kepimpinan yang selalu disebabkan adanya konspirasi menentang Daulah Islamiah (Negara Islam). Para sejarawan mengkaji secara mendalam tentang perwatakan Abdul Hamid. Menurut mereka, Abdul Hamid mewarisi jabatan kepimpinan sebuah negara besar yang berada dalam keadaan tegang dan genting. Ia juga menghabiskan waktu lebih dari tiga puluh tahun yang penuh dengan konspirasi, intrik, peperangan, revolusi, peristiwa-peristiwa dan perubahan-perubahan yang terus terjadi. Awal sekularisasi
Abdul Hamid menuangkan perasaannya dalam hasil karya dan sajaknya. Di sini dipaparkan contoh sajak tulisannya yang telah diambil dari buku 'Ayahku Abdul Hamid', hasil karya anak perempuannya, Aisyah. Terjemahan sajaknya, ''Ya Tuhanku, aku mengetahui Engkau Yang Maha Esa (Al Aziz) dan tiada lain melainkan Engkau Yang Maha Esa, Engkaulah Yang Mana Esa dan tiada yang lain. Ya, Tuhanku pimpinlah aku dalam waktu yang sulit ini. Ya, Tuhanku jadilah penolongku dalam waktu yang genting ini.'' Cobaan pertama yang dihadapi Abdul Hamid adalah Midhat Pasha (1822-1885). Ada dugaan bahwa Midhat berasal dari kaum Yahudi Dunnama, sama seperti Mustafa Kamal. Midhat Pasha terlibat secara rahasia dalam upaya penyingkiran pamannya, Abdul Aziz. Tidak lama setelah dilantik sebagai Khalifah, Abdul Hamid melantik Midhat Pasha sebagai ketua Majelis Menteri karena Midhat Pasha amat terkenal pada waktu itu. Abdul Hamid memerlukan jaminan agar pemerintahannya stabil. Midhat Pasha adalah gubernur yang cakap tetapi keras kepala. Sultan Abdul Aziz telah menjadi Khalifah dalam tahun 1861 dan disingkirkan dalam tahun 1876. Empat hari selepas disingkirkan, ia meninggal dunia. Ketika pemerintahan Abdul Aziz, banyak kemajuan telah dicapai. Pasukan Khilafah Usmaniah membuat persiapan untuk menjadi pasukan ketiga terkuat di dunia dengan kekuatan tentara darat mencapai 700,000 orang. Sultan Abdul Aziz juga melawat Mesir, Prancis, Inggris, dan Prusia. Tujuan kunjungan itu ialah untuk mempengaruhi Perancis supaya berpihak kepada Daulah Usmaniyah dan supaya Prancis tidak berpihak kepada Rusia. Tujuan lainnya adalah untuk menghimpunkan negara-negara Eropa untuk menentang Rusia. Tidak lama kemudian, Inggris mengusulkan diadakan pertemuan di Istanbul yang dihadiri oleh para duta penguasa besar dengan tujuan untuk mewujudkan 'perdamaian' di Balkan. Kesepakatan pertemuan akhirnya memaksa Khilafah Usmaniah untuk melaksanakan beberapa reformasi. Maka, Midhat Pasha menjalankan reformasi-reformasi domestik tersebut. Termasuk di dalamnya pembentukan sebuah perlembagaan demokrasi dan undang-undang sekuler. Dikepung negara besar
Undang-undang itu jelas bertentangan dengan Islam, yang jika dilaksanakan akan bermakna penghapusan sistem Khilafah dan berarti mewujudkan sebuah negara yang serupa dengan negara Eropa lain. Abdul Hamid, para ulama serta tokoh-tokoh Islam yang lain menentangnya. Khilafah menolak memenuhi desakan negara-negara besar. Inggris berusaha gigih untuk menghancurkan Khilafah dan mereka berusaha untuk mempastikan pelaksanaan perlembagaan sekuler yang didrafkan oleh Midhat Pasha. Untuk menghalangi niat jahat ini, Abdul Hamid mencoba mengurangi popularitas Midhat Pasha. Akhirnya dia berhasil melepaskan diri dari belenggu Midhat. Midhat didakwa mengatur pembunuhan Sultan Abdul Aziz. Seterusnya Abdul Hamid mengalihkan perhatian terhadap musuh luar negara Daulah Islam Usmaniah. Melalui kebijaksanaannya, dia mampu meramalkan bahwa revolusi komunis akan terjadi di Rusia dan akan membuat Rusia lebih kuat dan lebih berbahaya. Pada waktu itu Balkan yang merupakan sebagian dari wilayah kekuasaan Daulah Islam Usmaniah sedang berhadapan dengan dua bahaya yaitu Rusia dan Austria. Abdul Hamid berusaha membangkitkan penduduk Balkan dan menyadarkan mereka tentang bahaya yang bakal dihadapi. Ia hampir berhasil membuat perjanjian dengan negeri-negeri Balkan tetapi ketika perjanjian mencapai peringkat akhir, empat negeri Balkan mengambil keputusan lain dan menepikan Daulah Islam Usmaniah. Perubahan ini disebabkan pengaruh Barat dan Rusia. Abdul Hamid menyadari bahwa persekongkolan untuk memusnahkan Negara Islam Usmaniah lebih besar dari yang disangkakan. Upaya itu melibatkan usaha dari dalam dan dari luar Negara Islam. Dari dalam, adalah Panglima Pasukan Awni Pasha yang mencoba menyeret Daulah Islam Usmaniah ke dalam kancah perang Bosnia tanpa persetujuan Abdul Hamid. Abdul Hamid mengetahui jika terjadi peperangan, maka Rusia, Inggris, Austria, Hungaria, Serbia Montenegro, Italia, dan Prancis akan menyerang kerajaan Usmaniah secara serentak dan memastikan Bosnia dirampas. Kejatuhan Daulah Islam Usmaniah tinggal menunggu waktu. Semua pihak menginginkan sebagian darinya, tidak ketinggalan kaum Yahudi. Orang-orang Yahudi yang menjadi warga Daulah Islamiah adalah pelarian dari negara-negara Eropa seperti Spanyol dan Portugal setelah pemerintah Islam di Andalus dikalahkan oleh tentera Kristen. Pada tahun 1895/6, sebuah buku bertajuk Der Judenstaat (Negara Yahudi) karangan Dr Theodore Hertzl (1869-1904), seorang Zionis dari Hungaria, diterbitkan. Dalam buku itu disebutkan bahwa kaum Yahudi harus memiliki negara sendiri. Oleh karenanya, Yahudi lantas mengadakan pertemuan pertama di Swiss pada 29-31 Agustus 1897 untuk meletakkan azas pembentukan negara Yahudi di Palestina. Usai persidangan itu, pergerakan Yahudi semakin aktif. Ini menyebabkan Sultan Abdul Hamid mengeluarkan keputusan tahun 1900 untuk tidak membenarkan orang-orang Yahudi yang datang ke Palestina dan tinggal lebih dari tiga bulan. Segala cara dilakukan kaum Yahudi untuk membujuk Sultan Hamid membatalkan keputusannya. Termasuk dengan menawarkan sejumlah kompensasi dan berbagai janji lainnya. Abdul Hamid enggan menerima tawaran tersebut. Ia mengirimkan jawaban kepada mereka melalui Tahsin Pasha: ''Katakan kepada Yahudi biadab itu, utang negara Usmaniah bukan sesuatu yang memalukan. Prancis menpunyai utang dan itu tidak menyengsarakannya. Al-Quds (Jerusalem) menjadi bagian dari tanah Islam sewaktu Umar bin Al-Khattab menaklukkan kota itu dan aku tidak akan mencatat sejarah yang memalukan dengan menjual Tanah Suci kepada Yahudi dan mengkhianati kepercayaan rakyat.'' Tahun 1901, Abdul Hamid mengeluarkan perintah melarang tanah di Palestina dijual kepada Yahudi. Tindakan Abdul Hamid ini sesuai sabda Rasulullah SAW: ''Imam adalah perisai (pelindung) yang dibelakangnya kamu berperang dan mendapat perlindungan.'' Dengan keikutsertaan Yahudi dan Zionis dalam konflik, maka barisan musuh Islam semakin kuat. Yahudi akhirnya meminta bantuan Inggris untuk mewujudkan impian mereka. Setelah Abdul Hamid II digulingkan pada 13 Maret 1909 maka pembentukan negara Yahudi di Palestina semakin dekat. Inggris kemudian melancarkan serangan terhadap Khilafah Usmaniyah dan ini menjadi sebab kejatuhannya. Tahun 1918, Sultan Abdul Hamid II meninggal dunia. ( yus/berbagai sumber )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar