translated to :

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Kamis, 02 Februari 2012

As-Shakawi, Peletak Dasar Ilmu Sejarah Islam

Kepakarannya mulai diakui publik pada pertengahan 1400-an. Bahkan, seorang sultan pada Dinasti Mamluk 'melamar' menjadi muridnya. Ulama ini dikenal sebagai seorang ahli hadis, sejarawan besar pada zamannya serta penulis yang produktif. Dia berasal dari keluarga miskin yang tinggal di As-Sakha, sebuah perkampungan di Kairo, Mesir. Nama lengkapnya adalah Abu al-Khair Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abi Bakr bin Usman asy-Syakhawi al-Qahiri asy-Syafi'i dan lahir sekitar tahun 1427 di Kairo. Kakeknya seorang miskin dan hidup dari berdagang barang tenunan secara kecil-kecilan. Meski serba kekurangan, namun tidak mengurangi semangat sang kakek untuk tetap beribadah kepada Allah SWT. Sementara ayahnya yang bernama Abdurrahman adalah seorang pedagang kecil tetapi kuat ibadahnya. Dia kerap menghadiri majelis taklim dan punya hubungan luas dengan sejumlah ulama di wilayahnya. Di antara para ulama itu yakni Ibnu Hajar al-Asqalani, ahli hadis yang juga sejarawan terkemuka. Dari kakeknya, ayah dan Ibnu Hajar itulah, As-Shakawi memperoleh bekal ilmu pendidikan. Terutama Ibnu Hajar yang sangat mencintainya, dengan penuh kasih sayang senantiasa menurunkan ilmunya kepada sang murid. Ketika menimba ilmu dari Ibnu Hajar, As-Shakawi mengkaji tulisan dalam berbagai bidang ilmu semisal hadis, sejarah maupun biografi. Dan sebagaimana gurunya itu, di kemudian hari dia banyak menuliskan biografi para tokoh, utamanya untuk kepentingan seleksi hadis. Di samping dia pun terbilang gemar menulis kritik tentang hadis yang diriwayatkan oleh para tokoh tersebut. Dalam bidang yang satu ini, dia memang banyak belajar pada Ibnu Hajar yang tak pernah lupa mengirimkan pembantunya untuk membacakan karyanya pada as-Shakawi bila dia sendiri berhalangan. Oleh sebab itu, Ibnu Hajar lantas memberikan pujian bagi muridnya tersebut. "Dia, yang masih muda ini, karena kesungguhan, ketekunan, kehati-hatian dan daya kritiknya, mengungguli murid-murid yang lebih senior," begitu komentarnya. Sehingga tidaklah mengherankan bila di masa tuanya, Ibnu Hajar mengangkat muridnya yang cerdas ini untuk menjadi asistennya dalam memberi pelajaran hadis. Tahun 1449 Ibnu Hajar al-Asqalani meninggal dunia dan itu sangat memukul as-Shakawi. Saking tak kuat menahan sedih, dia bermaksud meninggalkan Mesir dan pindah ke Suriah dengan niat ingin menimba pengetahuan pada guru yang terkenal di sana. Namun harapannya ini tidak kesampaian lantaran tidak mendapat izin dari orangtuanya. Oleh karenanya, dia pun terpaksa tetap tinggal di Mesir serta melanjutkan pendidikannya pada bidang ilmu hadis. Dia kemudian banyak mengembara dari satu kota ke kota lain demi menemukan guru pembimbing yang mumpuni. Kota-kota besar semisal Dimyath, Manuf dan Iskandariyah pernah disinggahinya. Sekaligus pada waktu bersamaan, dia berupaya mendapatkan tugas dalam pengajaran hadis di Kairo dengan meminta bantuan dari kawan-kawan Ibnu Hajar. Sekitar tahun 1452 pergilah ia ke tanah suci Makkah guna menunaikan ibadah haji. Namun setelah itu as-Shakawi memutuskan untuk menetap selama beberapa lama di sana serta menyempatkan diri berziarah ke Madinah. Maka sejak tahun 1453, hidupnya berpindah-pindah antara Mesir, Suriah dan juga Hejaz. Tercatat sebanyak lima kali dia menunaikan ibadah haji dengan yang terakhir ialah tahun 1492. Dan setiap kali berhaji, tokoh ini selalu bermukim beberapa waktu di Makkah, sesudah itu kembali ke Mesir untuk mengajar hadis di beberapa madrasah di ibukota Kairo. Pada masa-masa tersebut As-Shakawi mulai rajin menulis. Saat ditugaskan untuk memberi pelajaran sejarah pada Sultan Dinasti Mamluk, Qait Bey (1468-1496), setiap dua malam dalam seminggu, ia menolak. Bahkan dia juga menyatakan dengan tegas keberatannya ketika sultan berharap agar As-Shakawi bersedia menerima sultan sebagai murid khusus yang akan hadir di kediamannya. Akan tetapi, beberapa anak sultan terus mengikuti pengajiannya. Sebagai seorang penulis yang produktif, As-Shakawi meninggalkan banyak karya, antara lain Ad-Dau' al-Lami fi A'yan al-Qarn at-Tasi (Cahaya Gemerlap tentang Tokoh-tokoh abad ke-9 H), berisi 12 jilid. Buku ini merupakan kamus yang memuat tokoh-tokoh terkenal abad ke-9 H, disusun secara alfabetis Arab. Bukunya yang berjudul Al-I'lan bi at-Taubikh li Man Zamma Ahl at-Tawarikh pada intinya menerangkan pengertian ilmu tarikh dan kedudukan ilmu ini bagi masyarakat, adalah sebuah buku yang demikian terkenal dalam bidang historiografi. Melalui karya tersebut, dapat dikatakan bahwa as-Shakawi telah meletakkan monumen penting bagi historiografi Islam. Kitab ini juga merupakan makalah panjang tentang kritik sejarah. Dengan segala kekurangannya, buku ini ia tulis setelah melakukan sejumlah penelitian mendalam berkenaan penulisan sejarah. Karya ini banyak memberikan informasi tentang karya-karya sejarah dan teologi serta sedikit tentang karya sejarah yang disebut sebagai sejarah umum. ( yus/ensiklopedi islam )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar