translated to :

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Jumat, 03 Februari 2012

Puteri-Puteri Rasulullah: Zainab, Ruqayah

Zainab dan Kado Kalung Onyx dari Zafar Agama telah memisahkan Zainab dengan Abil 'Ash bin Rabi'. Agama pula yang kemudian menyatukan keduanya.

Ibu mana yang tidak berbahagia melihat anaknya memasuki gerbang pernikahan. Istri Rasulullah, Khadijah binti Khuwailid, juga merasakannya. Di hari pernikahan Zainab, putri pertamanya,
dengan Abil 'Ash bin Rabi', Khadijah pergi menemui pasangan itu untuk memberikan doa. Tak hanya itu, ia melepaskan kalung batu onyx Zafar yang dikenakannya dan menggantungkannya ke leher putrinya. Kado pengantin. Sang menantu adalah kemenakannya sendiri, anak Halah binti Khuwailid, saudara perempuan Ummul Mu'minin itu. Menginjak remaja, Halah datang untuk meminang Zainab. Semua pihak ridha, termasuk Zainab sendiri. Zainab dilahirkan pada tahun ke-30 setelah kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai anak ketiga pasangan saudagar tanah Arab, Khadijah bib Khuwailid dan Muhammad (sebelum menjadi rasul Allah). Dua anak sebelumnya, Kasim dan Abdullah, meninggal saat mereka masih bayi. Usai menikah, Zainab diboyong ke rumah keluarga Abil Ash. Dari pernikahan itu, lahirlah dua anak yang rupawan, Ali dan Umamah. Ali meninggal ketika masih kanak-kanak dan Umamah tumbuh dewasa dan kemudian menikah dengan Ali bin Abi Thalib RA, setelah wafatnya Fatimah RA. Komunikasi ibu-anak hanya terjalin sesekali. Ketika Zainab mendengar ayahnya menerima wahyu dan Allah, ia turut mengimani. Namun tidak dengan suaminya. Demi mengabdi kepada sang suami, ia bertahan dalam perkawinannya. Kendati ia paham betul, suaminya ada dalam barisan orang-orang yang memusuhi Rasulullah SAW. Kalung onyx Zafar itu sudah berada dalam timangan pasukan Islam berjumlah 313 orang di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah RA. Kilauan batu di kalung itu sangat khas, karena berasal dari Zafar, sebuah gunung di Yaman. Tak sembarang orang bisa memiliki benda yang sangat berharga di zamannya tersebut. Kalung itu milik istri pimpinan rombongan khafilah Quraisy yang memerangi Islam, Abul 'Ash bin Rabi'. Ia dihadang pasukan Muslim usai berniaga di Suriah. Mereka menjadi tawanan. Zainab, sang istri, sedih mendengar kabar itu. Saat perwakilan kaum Quraisy Makkah hendak menebus pada tawanan, Zainab mengirimkan kalungnya yang terbuat dari batu onyx Zafar hadiah dari ibunya, Khadijah binti Khuwailid RA. Ia mengirimkannya sebagai tebusan bagi bebasnya sang suami. Tak sampai hitungan hari, kalung itu sampai di tangan Rasulullah SAW. Utusan Allah ini pun dengan segera mengenalinya. Hanya satu perempuan yang memiliki kalung ini, Khadijah, istrinya tercinta. ''Seorang Mukmin adalah penolong bagi orang Mukmin lainnya. Setidaknya mereka memberikan perlindungan. Kita lindungi orang yang dilindungi oleh Zainab. Jika kalian bisa mencari jalan untuk membebaskan Abul 'Ash kepada Zainab dan mengembalikan kalungnya itu kepadanya, maka lakukanlah,'' kata Rasulullah. Abul 'Ash dan kalung itu dikembalikan pada Zainab. Pada kesempatan itu, Beliau melarang Zainab mendatangi Abul 'Ash. Lelaki itu haram bagi putrinya karena masih dalam kekafiran. ''Sabarlah, wahai suamiku, Engkau tidak halal bagiku selama engkau tetap memeluk agama itu. Maka serahkan aku kepada ayahku atau masuklah Islam bersamaku. Zainab tidak akan menjadi milikmu sejak hari ini, kecuali bila engkau beriman pada agama yang aku imani.'' Kesetiaan Zainab diuji untuk kedua kalinya. Di tengah malam, Abil Ash memasuki Madinah pada waktu malam dan mohon kepada Zainab agar melindungi dan membantunya untuk mengembalikan hartanya. Bukan harta Abil tepatnya, tapi harta titipan kaum Quraisy. Dia pulang dari berniaga, ketika pasukan Muslim menghadang dan merampas barang bawaannya. Zainab memohon kepada Rasulullah agar harta rampasan itu dikembalikan. Rasul SAW mengutur orang menemui pimpinan pasukan yang merampas harta Abil. Mereka berkata akan mengembalikannya asal Abil masuk Islam. Abil Ash menjawab, "Sungguh buruk awal Islamku, jika aku mengkhianati amanatku." Namun, pasukan Muslim tetap mengembalikannya. Laki-laki itu pun kembali ke Makkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak. Setelah mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing, Abil Ash berdiri dan berkata :"Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada harta seseorang di antara kalian padaku?" Mereka menjawab :"Tidak." Maka, kalimat mulai itu pun keluar dari mulutnya, "Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di hadapannya, kecuali karena aku khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian. Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian dan aku selesai membagikannya, maka aku masuk Islam." Asy-Sya'bi berkata :"Zainab masuk Islam dan hijrah, kemudian Abil Ash masuk Islam sesudah itu, dan Islam tidak memisahkan antara keduanya." [Adz-Dzahabi, "Siyar A'laamin Nubala'. Demikian pula kata Qatadah : Dia berkata :"Kemudian diturunkan surah Baro'ah sesudah itu. Maka, jika ada seorang wanita masuk Islam sebelum suaminya, dia hanya boleh mengawininya dengan nikah baru."] Abil Ash keluar dari Mekkah, hijrah menuju Madinah dengan mendapat petunjuk iman dan keyakinan. Suami isteri yang saling mencintai bertemu untuk kedua kalinya setelah lama berpisah. Akan tetapi isteri yang setia itu telah menunaikan kewajiban dan menyelesaikan urusan dunianya ketika menyadarkan laki-laki yang dicintainya serta memenuhi hak suaminya sesuai dengan kadar cintanya kepada suami. Tidak lama setelah pertemuan itu, Zainab meninggal dunia. Zainab meninggal dunia pada tahun 8 Hijriah. Orang-orang yang memandikan jenazahnya ketika itu, antara lain ialah Ummu Aiman, Saudah binti Zam'ah, Ummu Athiyah, dan Ummu Salamah RA. Rasulullah SAW berpesan kepada mereka yang akan memandikan jenazahnya ketika itu, ''Basuhiah dia dalam jumlah yang ganjil, 3 atau 5 kali atau lebih jika kalian merasa lebih baik begitu. Mulailah dari sisi kanan dan anggota-anggota wudhu. Mandikan dia dengan air dan bunga. Bubuhi sedikit kapur barus pada air siraman yang terakhir. Jika kalian sudah selesai beritahukaniah kepadaku.'' Ketika itu, rambut jenazah dijalin menjadi tiga jalinan, di samping, dan di depan, lalu dikebelakangkan. Setelah selesai dari memandikan jenazah, Ummu Athiyah memberitahu Rasulullah. Lalu Nabi SAW memberikan selimutnya dan berkata, "Kafanilah dia dengan kain ini."Dalam perjalanan ke Syam, suaminya mengenang, ''Puteri Al-Amiin, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan setiap suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya.''
Penulis : tri/pelbagai sumber 
REPUBLIKA - Jumat, 06 Januari 2006 
Puteri-puteri Rasulullah SAW (2)
Ruqayah Wanita yang Berhijrah Dua Kali

Ruqqayah lahir sesudah kakaknya, Zainab. Sesudah kedua orang itu, lahir Ummu Kaltsum yang menemani dalam hidupnya setelah Zainab menikah. Ketika Ruqqayah dan Ummu Kaltsum mendekati usia perkawinan, Abu Thalib meminang mereka berdua untuk kedua putra Abu Lahab. Ruqayah menikah dengan 'Utbah, dan Ummu Kaltsum menikah dengan 'Utaibah. Tak lama setelah pernikahan itu, Rasulullah SAW menerima wahyu. Melihat sikap Abu Lahab yang memusuhi Islam, pernikahan mereka pun disudahi. Ruqayah kemudian menikah lagi dengan Utsman bin Affan. Selang beberapa waktu setelah menikah, mereka hijrah ke Habasyah. Ummu Kaltsum tetap tinggal bersama ayah dan ibunya. Rombongan muhajir ke Habasyah (Ethiopia) membawa 11 orang pria dan empat orang wanita. Rombongan dipimpin oleh Utsman bin Affan, suami Ruqqayah. Mereka tinggalkan kesenangan hidup yang hanya sebentar, berupa harta, anak dan keluarga, serta negeri demi Allah. Mereka tinggalkan tanah airnya yang mahal dan berangkat menuju Habasyah, sebuah negeri yang jauh dengan penduduk yang berlainan bangsa, warna kulit, dan budaya, demi membela akidah yang diimaninya. Hijrah ke Habasyah itu dilakukan karena mereka takut fitnah dan menyelamatkan agama mereka menuju Allah. Bukan menyebarkan agama Islam, karena Habasyah pada waktu itu menganut agama baru yang menyainginya. Namun Habasyah diperintah oleh raja yang santun. Hijrah ke Habasyah merupakan bagian dari peralihan dan kelanjutan perjuangan. Di negeri yang memberi ketenangan bagi mereka, iman Islam akan tetap menyala. Di negeri itu mereka tidak mengalami kekerasan dan gangguan. Imam Adz-Dzahabi berkata: "Ruqayyah hijarah ke Habasyah bersama Utsman dua kali. Nabi SAW bersabda: "Sesungguhnya kedua orang itu (Utsman dan Ruqayyah) adalah orang-orang yang pertama hijrah kepada Allah sesudah Luth." Ruqqayah kembali bersama Utsman ke Mekkah dan mendapati ibunya Khadijah telah wafat. Kemudian kaum Muslimin pindah dari Mekkah ke Madinah semuanya. Ruqqayah juga ikut hijrah bersama suaminya, Utsman, sehingga dia menjadi wanita yang hijrah dua kali. Tak dirasakannya kesulitan-kesulitan selama hijrah, ia teguhkan hatinya untuk berhijrah dan setia selalu mendampingi suaminya. Hijrah ke Madinah ini menandai batas dua periode perjuangan nabi yakni periode Mekah dan periode Madinah. Hijrah di sini mengandung arti politis, mempersatukan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor. Sesampai Nabi di Madinah -- sebelum masuk kota -- beliau mendirikan masjid Quba, masjid pertama di zaman Islam. Dalam Alquran, masjid ini disebut "masjid yang ditegakkan atas takwa" (QS At-Taubah [9]: 109). Hijrah Nabi SAW ini juga merupakan satu titik baru pengembangan dakwah menuju kondisi masyarakarat yang lebih baik. Sebab, selama berdakwah di Makkah, Rasulullah SAW banyak mengalami kendala berupa tantangan dan ancaman dari masyarakatnya sendiri, kaum kafir Quraisy. Kondisi buruk itu terus berlangsung selama kurun waktu 13 tahun sejak Nabi Muhammad SAW menerima risalah kerasulan. Pada saat yang sama, di Madinah dakwah Rasul mendapatkan sambutan yang cukup baik. Beliau pun melihat adanya peluang bagi tegaknya kekuasaan Islam di sana. Oleh karena itu, Nabi SAW sesuai perintah Allah melakukan hijrah. Beliau meninggalkan tanah kelahirannya di Makkah menuju Madinah. Di Madinahlah Rasulullah SAW berhasil memantapkan dakwah Islam sekaligus menegakkan kekuasaan Islam dalam institusi Daulah Islamiyah. Di kota ini pula, Ruqqayah kembali kepada Tuhannya setelah menderita sakit demam. Utsman mengalami masa berkabung yang cukup panjang, bahkan ia menolak 'pinangan' Umar bin Khattab untuk menikahkannya dengan putrinya, Hafshah. Penolakan Utsman ini mengantarkan Umar pada Rasulullah. Mendengar aduan itu, Rasulullah tersenyum dan berkata, ''Hafshah akan dinikahi oleh orang yang lebih baik dari Abu Bakar dan Utsman sedangkan Utsman akan menikahi wanita yang lebih baik daripada Hafshah.'' Kemudian Rasulullah SAW mengawinkan Utsman dengan Ummu Kaltsum. Sedang Hafshah menikah dengan Rasulullah SAW. Penulis : tri/berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar