translated to :

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Jumat, 03 Februari 2012

Saad bin Abi Waqqas: Panglima Perang Umat Islam

Penolakan kaisar Persia membuat air mata Saad bercucuran. Berat baginya melakukan peperangan yang harus mengorbankan banyak nyawa kaum Muslim dan non Muslim. Kepahlawanan Saad bin Abi Waqqas tertulis dengan tinta emas saat memimpin pasukan Islam melawan melawan tentara Persia di Qadissyah. Peperangan ini merupakan salah satu peperangan terbesar umat Islam. Bersama tiga ribu pasukannya, ia berangkat menuju Qadasiyyah.

Al-Farabi (870 M-950 M)

Dunia mendaulatnya sebagai 'guru kedua' setelah Aristoteles. Julukan itu disematkan kepada Abu Nasir al-Farabi, karena kiprah, jasa dan dedikasinya sebagai seorang filsuf dan ilmuwan terbaik di zamannya. Filsuf Islam yang dikenal di dunia barat dengan nama Alpharabius itu adalah sosok ilmuwan yang serba bisa. Al-Farabi yang terlahir di Farab, Kazakhstan pada 870 M, menghabiskan sebagian besar usianya di tanah kelahirannya. Ia kemudian memutuskan untuk hijrah ke Baghdad, Negeri 1001 malam. Di kota ini ilmuwan yang juga kerap disebut dengan nama Abunasir itu menimba ilmu selama 20 tahun. Pada kekahlifahan Al-Muktafi (902-908M) dan awal kekhalifahan Al-Muqtadir (908-932M) Al-farabi dan Ibn Hailan meninggalkan Baghdad menuju Harran. Dari Baghdad Al-Farabi hijrah ke Konstantinopel dan tinggal di sana selama delapan tahun serta mempelajari seluruh silabus filsafat. Al-Farabi merupakan komentator filsafat Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik.
Kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan, seperti matematika, filosofi dan pengobatan telah diakui dunia. Tak cuma itu, pada sosok Al-Farabi juga mengalir darah seni. Dia menguasai seluk beluk musik Islam. Tak hanya memainkannya, namun juga telah menciptakan berbagai alat musik. Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu Islam dan musik di Bukhara. Al-Farabi juga melahirkan sebuah buku penting dalam bidang musik, yakni Kitab al-Musiqa. Dia merupakan filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu. Di antara sederet karya dan buah pikirnya, Al-Madinah Al-Fadilah (Kota atau Negara Utama) adalah yang paling terkenal. Lewat karyanya itu, Al-Farabi mengupas mengenai pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara rezim yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah islam. Heri Ruslan Ibnu Sina, (980-1037)
Dunia Barat mengenalnya sebagai Avicenna. Umat Islam menyebutnya dengan panggilan Ibnu Sina namun nama lengkapnya adalah Abu 'Ali al-Husayn bin 'Abdullah bin Sina. Ibnu Sina adalah seorang filsuf, ilmuwan sekaligus dokter. Bahkan, dunia menjulukinya sebagai 'Bapak Pengobatan Modern'. Ibnu Sina lahir pada 980 M di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan. Kontribusinya bagi dunia ilmu pengetahuan sungguh tak ternilai. Betapa tidak, buah pikir dan karyanya dituangkan dalam 450 buku, sebagaian besar mengupas filsafat dan kedokteran. Tak heran, jika George Sarton menyebut Ibnu Sina sebagai ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu. Hasil pemikiran yang paling termasyhur dari Ibnu Sina adalah The Canon of Medicine atau Al-Qanun fi At Tibb. Meskipun secara tradisional dipengaruhi oleh cabang Islam Ismaili, namun pemikiran Ibnu Sina independen dengan memiliki kepintaran dan daya ingat yang luar biasa. Berkah itulah yang kemudian membuatnya menyusul para gurunya pada usia 14 tahun. Ibnu Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang guru. Kepandaiannya segera membuatnya menjadi kekaguman diantara para tetangganya. Pada usia lima tahun dia sudah mampu menghafal Alquran. Dia belajar dari mana saja bahkan dari seorang pedagang sayur sekalipun. Konon, dia mempelajari aritmatika dari seorang pedagang sayur. Ibnu Sina juga mempelajari ilmu kedokteran dari seorang sarjana yang memperoleh suatu mata pencaharian dari merawat orang sakit dan mengajar anak muda. Kedokteran sudah dipelajarinya sejak usia 16 tahun. Tak hanya belajar teori, tetapi Ibnu Sina juga belajar banyak lewat melayani orang sakit, melalui perhitungannya sendiri hingga akhiranya menemukan metode - metode baru dari perawatan. Selain menguasai ilmu kedokteran, pada usia 18 tahun Ibnu Sina sudah mengantongi predikat sebagai seorang fisikawan. Penulis : Heri Ruslan

Sumayyah binti Khayyath: Syahidah Islam yang Pertama

Saat derita mencapai puncaknya, tak ada kata lain yang keluar dari mulut mereka selain ''Ahad....Ahad...''
Mungkin tak banyak orang yang tahu sosok Muslimah yang satu ini, Sumayyah binti Khayyath. Dialah syahidah pertama umat Islam yang menumpahkan darahnya demi mempertahankan keimanannya. Bersama suami dan puteranya, ia menjadi teladan yang istimewa. Sumayyah binti Khayyath adalah seorang hamba sahaya milik Abu Hudzaifah bin Al-Mughirah. Oleh sang majikan, ia dinikahkan dengan seorang pria asal Yaman yang bernama Yasir bin 'Amir yang merupakan pendatang di kota Mekkah. Karena banyak mendapat halangan, Yasir meminta perlindungan kepada Abu Hudzaifah yang merupakan kepala suku Bani Makhzum. Dari pernikahannya dengan Yasir bin 'Amir, Sumayyah dikaruniai putera yang diberi nama 'Ammar bin Yasir. Dari sang putera inilah, pasangan Yasir dan Sumayyah bersentuhan dengan Islam. Suatu hari, 'Ammar yang beranjak dewasa mendengar kabar soal kedatangan nabi baru yang membawa ajaran Tuhan. Ia pun segera mencari kebenaran soal hal itu. Begitu bersentuhan dengan Islam, 'Ammar pun jatuh hati dan langsung mengucapkan ikrar syahadatnya. Mendapat kabar gembira, 'Ammar segera mengabarkannya kepada ayah bundanya. Berbeda dengan kebanyakan orang Quraisy yang antipati bahkan memusuhi Islam, Yasir dan Sumayyah justru menyambut gembira kabar gembira ini. Bahkan mereka kemudian mengikuti jejak 'Ammar untuk bersyahadat dan menjadi Muslim dan Muslimah. Keislamanan yang awalnya ditutup-tutupi akhirnya tercium juga. Fakta bahwa anggota keluarga ini masuk Islam menyulut kemarahan Abu Hudzaifah. Ia memaksa agar keluarga ini meninggalkan Islam dan kembali kepada agama nenek moyang mereka yang menyembah latta dan uzza. Namun ketiganya bersikukuh mempertahakan keyakinan mereka. Seperti para sahabat yang masuk Islam golongan paling pertama, Yasir, Sumayyah, dan 'Ammar mendapat banyak sekali rintangan dan cobaan. Hal ini diperparah lagi dengan status keluarga mereka yang bukan kalangan bangsawan Quraisy. Akibatnya perlakuan yang mereka terima sangatlah kejam dan melewati batas kemanusiaan. Orang terkejam yang menyiksa mereka adalah orang-orang yang selama ini melindungi yaitu dari kalangan Bani Makhzum yang dipimpin Abu Hudzaifah. Setiap harinya, ketiga orang ini digelandang ke padang pasir yang sangat panas untuk disiksa. Sumayyah yang seorang wanita dilempar ke pasir, lalu tubuhnya ditimbun pasir yang sangat panas. Seakan belum puas, dada Sumayyah lalu ditindih dengan batu besar agar ia tidak bisa bernafas. Lalu mereka memaksanya untuk mengimani berhala-berhala. Namun wanita shalihah ini tetap bertahan dengan keyakinannya karena ingat janji Allah SWT bagi hamba-Nya yang bertaqwa, yaitu syurga. Yasir, Sumayyah, dan 'Ammar terus mendapatkan siksaan yang sedemikian keji. Mereka didera, dicambuk, disalib di padang gurun yang terik, ditindih dengan batu panas, dibakar dengan besi panas, bahkan sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak nafasnya dan mengelupas kulitnya yang penuh dengan luka. Hingga suatu masa, ketika 'Ammar sudah mencapai puncak rasa sakitnya, ia tidak bisa lagi menahan semua siksaan. Ia lantas berkata pada Rasulullah SAW mengenai kondisinya. Rasul yang setiap hari datang menghampiri mereka untuk memberikan dukungan lantas berseru, ''Sabarlah, wahai keluarga Yasir. Tempat yang dijanjikan bagi kalian adalah syurga.'' Sedemikian berat siksaan yang diterima sehingga ada kalanya mereka tidak lagi menyadari keadaan mereka yang sedemikian parah. Namun ketiganya tetap bertahan dengan keislamannya. Di kala sadar, tidak ada satupun kalimat yang terlontar dari mulut ketiganya kecuali kalimat ''Ahad..Ahad..'' seperti yang dilontarkan Bilal bin Rabah. Hal ini tentunya semakin menyulut amarah orang Quraisy yang gagal membalikkan keimanan mereka. Hingga suatu masa, orang Quraisy merasa putus asa dengan kegigihan iman ketiganya, mereka memutuskan menghabisi nyawa sang Muslimah. Adalah Abu Jahal yang menjadi algojo. Dengan tombaknya yang runcing, dialah yang mengeksekusi Sumayyah. Nasib sang mujahidah berakhir ketika tombak Abu Jahal bersarang di dadanya. Menjelang wafatnya, tak sedetik pun Sumayyah menggadaikan keimanannya. Dengan segala yang dimilikinya, ia mempertahankan keyakinannya. Sumayyah binti Khayyath menjadi bukti ketabahan hati, kekuatan iman, dan ketangguhan jiwa. Ia rela mengorbankan segalanya, termasuk jiwa dan raganya demi iman Islamnya. Sumayyah binti Khayyath adalah syahidah pertama Islam. Ia syahid dengan meninggalkan teladan yang luar biasa. Tak heran ia menjadi sosok yang sangat mulia dengan keberaniannya. ''Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman" sedang mereka tidak diuji lagi?'' (QS Al Ankabut, 29;2). Penulis : uli/berbagai sumber

Arsitektur Islam dai Masa ke Massa

Masa Abbasiyah dan Seljuk
Perkembangan arsitektur Islam pada masa Abbasiyah dan Seljuk bermula sekitar abad ke-11. Pada era itu, perkembangan arsitektur Islam yang begitu besar terlihat pada penggunaan teknik bahan batu bata dari seni arsitektur Persia yang diterapkan pada bentuk lengkung iwan. Selain itu, perkembangannya juga tampak pada cara pengembangan bangunan lain yang menjadi bangunan fasilitas seperti istana dan bangunan untuk kepentingan sosial. Salah satu contoh arsitektur masjid yang dibangun pada era itu adalah Masjid Jami di Isfahan. Pola perencanaannya terdiri dari penampilan pemakaian lengkung-lengkung iwan sebagai bentuk keseluruhan. Kelengkapan bangunan yang sangat menonjol adalah menara. Menara dalam gaya Seljuk menampilkan beberapa corak yang berlainan. Bangunan lain yang menunjukkan perkembangan arsitektur Islam pada masa itu adalah Istana Baghdad. Keunikan dan kekhususan dari arsitektur bangunan istana itu tampak pada penerapan hiasan muqamas atau stalaktit seperti yang diterapkan pada bangunan-bangunan kuburan. Susunan hiasan stalaktit ini digabungkan menjadi lengkung stalaktit yang lebih besar. Arsitektur Islam di Spanyol
Perkembangan arsitektur Islam pada masa ini dapat dilihat terutama pada arsitektur Masjid Cordoba dan Istana Granada. Masjid yang didirikan oleh Abdurrahman ad-Dakhil pada tahun 786 M ini mempunyai pola dasar bentuk masjid Arab asli dengan gaya Masjid Umayyah. Pada masa selanjutnya masjid ini telah mengalami penyempurnaan selama tiga kali berturut yakni pada tahun 822, 976, dan 990. Di antara penyempurnaannya adalah penambahan tiang-tiang sebagai cara untuk memperluas masjid. Mula-mula ditambah dengan lima deret, kemudian 17 deret memanjang dan delapan tiang ke samping. Penonjolan lain adalah terdapatnya marmer monolit sebagai kubah penutup mihrab, yang dihiasi dengan ukiran bermotif renda yang dikerawang pada batu. Kekhususan lain adalah terdapatnya tiang-tiang rangkap yang menopang lengkung-lengkung bercorak ladam kuda. Istana yang didirikan di Granada terkenal dengan julukan Istana Singa, atau yang lebih terkenal dengan Alhambra. Penampilan istana ini dimulai dengan pintu gerbang yang megah, disusul pelataran yang dilengkapi dengan berbagai elemen se-perti kolam yang memakai air mancur yang didukung oleh patung-patung singa; pintu gerbang itu terkenal dengan gerbang singa. Dua belas patung singa dari marmer mendukung air mancur tadi, mencangkung berkeli1ing dan mengeluarkan air dari mulutnya. Air mancur dengan 12 singa tersebut merupakan pelataran sebagai titik orientasi terhadap ruang-ruang fasi1itas, seperti ruang harem yang dilengkapi dengan kamar-kamar pribadi. Istana Alhambra dibangun pada sekitar abad ke- 13. Era Utsmaniyah
Pada masa ini, bangunan-bangunan yang berdiri umumnya menampilkan corak yang sedikit berbeda dari arsitektur sebelumnya. Umat Islam pada zaman Usmani menampilkan tiga bentuk masjid, yakni tipe masjid lapangan, masjid madrasah, dan masjid kubah. Hal yang baru dalam rangka perkembangan arsitektur Islam gaya Usmaniyah ini ialah munculnya perencanaan bangunan oleh seorang arsitek yang pernah belajar di Yunani, yaitu Sinan, yang telah menghasilkan karya-karya dalam berbagai bentuk bangunan. Masjid Sultan Sulaiman di Istanbul adalah buah karya arsitektur Islam pada era Utsmani. Masjid itu menampilkan pertautan yang simbolis antara kemegahan masjid sebagai lambang sultan yang besar kekuasaannya dan keagungan masjid sebagai sarana keagamaan. Perpaduan itu ditampilkan lewat menara yang langsing dan tinggi seolah-olah muncul dari lengkung- lengkung kubah dan melesat lepas ke ketinggian. Arsitektur Islam di India
Arsitektur masjid India pada umumnya mengambil corak masjid lapangan, kemudian memakai lengkung-lengkung iwan, bahan-bahan yang digunakan terdiri dari batu. Hal ini sudah lama digunakan dalam membuat candi. Di Masjid Kutubuddin, misalnya, terdapat corak atap kubah dalam jumlah banyak dan mengatapi hampir semua ruangan, dan gapuranya mirip dengan bangunan candi ala India. Corak menaranya berbentuk bulat seperti pilar yang runcing pada puncaknya serta mencuat tinggi ke atas. Bentuk itu tampil pada bentuk menara yang bernama Qutub Minar yang tingginya 73 meter.

Menara ini terdiri dari lima tingkat, tiga tingkat pertama merupakan ruangan yang dibiasi dengan batu cadas merah, dan bangunan menara berdiri sendiri terlepas dari bangunan masjid. Karya arsitektur Islam India yang termasyhur adalahTaj Mahal di Agra.

Bangunan ini berdiri di ujung taman yang luas dengan air mancur, yang dibatasi dengan pintu gerbang berbentuk lengkung iwan, diatapi dengan kubab-kubah berbentuk bunga masif, tembok-temboknya dihiasi dengan relung-relung berupa takikan pada tembok. Karya arsitektur lainnya adalah istana. India menampilkan istana yang merupakan gabungan antara gaya Persia dan gaya India. Arsitektur Islam Nasibmu kini

Perkembangan arsitektur Islam di era keemasan yang begitu pesat telah memberi berpengaruh terhadap arsitektur Barat. Professors Jonathan Bloom dan Sheila Blair dari Boston College dalam bukunya The Art and Architecture Islam, mengatakan, ide seni dan arsitektur tradisional Islam yang berkembang pada abad ke-7 yang mencakup arsitektur dan seni di daratan Atlantik hingga ke lautan Hindia telah memberi pengaruh kepada Barat. Hingga abad ke-19 dan 20, menurut Blair dan Bloom, seni dan arsitektur Islam masih tetap berpengaruh bagi negara-negara di Eropa dan Amerika. Lalu bagaimana dengan masa depan arsitektur Islam? Saat ini dunia Islam terutama di Timur Tengah tengah mengalami transformasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Arsitek kondang Garry Martin pernah memberikan peringatan akan terancamnya budaya dan tradisi Islam. `'Kekayaan minyak yang melimpah serta perubahan sosial dan politik telah mengancam tradisi dan kebudayaan Islam. Krisis idenntitas itu telah tampak pada desain arsitekturalnya,'' papar Martin. Kini, papar dia, pembangunan besar-besaran yang terjadi di Timur Tengah tak lagi menerapkan arsitektur Islam yang agung, luhur dan mengagumkan. Kebanyakan gedung di Timur Tengah telah meniru model-model arsitektur Barat. Akibatnya, papar Martin, kini umat Islam di Timur Tengah tengan menciptakan lingkungan asing di dalam komunitas Islam. Tak pelak, serbuan budaya asing yang kini banyak mempengaruhi arsitektur di Timur Tengah itu mulai membuat arsitek Muslim bereaksi dengan mempertegas kembali warisan bangunan peninggalan berarsitektur Islam. Lalu apakah ini sebuah pertanda melunturnya arsitektur Islam? Martin mengungkapkan, `'Dunia arsitektur Islam telah melalui sejarah dengan mengadaptasi dan merespons berbagai budaya dan bangunan-bangunan tradisi yang ada tanpa adanya pelemahan esensi spiritual yang menjadi sumber inspirasi.'' Jadi bila kini terjadi krisis identitas dalam bidang arsitektur Islam kemungkinan besar terjadi karena esensi spiritual telah melamah dan tak lagi menjadi sumber inspirasi. Padahal, papar Martin, arsitektur Islam pernah begitu dalam memahami harmoni dengan manusia, lingkungannya, dan Sang Pencipta. Sayangnya, imbuh Martin, pada abad ke-20, konsep Islami itu dilupakan dalam pembangunan industri yang begitu cepat. Untuk menyelamatkan keberlanjutan arsitektur Islam, Martin menyarakankan agar, umat Islam harus benar-benar mengabaikan arsitektur Barat yang tak menggunakan semangat Islam dan merusak kebudayaan tradisional. Selain itu, umat Islam perlu memahami esensi arsitektur Islam dan memasukan teknologi bangunan modern sebagai alat dalam mengekpresikan esensi ini. Akankah arsitektur Islam bisa tetap bertahan?


Dari Ka'bah, Alhambra, Hingga Taj Mahal
Sejarah arsitektur Islam berawal ketika Nabi Muhammad Saw beserta para sahabatnya membangun masjid pertama di Quba, Madinah pada 1 H/622 M. Dengan denah segi empat dan dinding yang menjadi pembatas sekelilingnya, masjid pertama itu terbilang amat sederhana dan bersahaja, belum megah dan indah seperti saat ini. Di sepanjang bagian dalam dinding masjid pertama yang dibangun Rasulullah Saw tersebut dibuat bagian depan yang disebut mihrab dan serambi yang langsung bersambung dengan lapangan terbuka sebagai bagian tengah dari masjid segi empat tersebut. Bagian pintu masuknya diberi gapura. Bahan yang digunakan sangat sederhana, seperti batu alam atau batu gunung, pohon, dan daun-daun kurma. Meski arsitekturnya amat sederhana, bangunan masjid pertama itu menjadi prototipe dari arsitektur masjid pada masa kemudian. Namun, ada pula yang menyatakan bangunan suci Ka'bah yang kini berada di Makkah sebagai cikal bakal arsitektur Islam. Rekonstruksi bangunan Ka'bah mulai dilakukan Rasulullah Saw dan para sahabat, dua tahun setelah umat Muslim berhasil menaklukan Makkah dari suku Quraish pada 630 M. Adalah tukang kayu dari Abyssina dengan gayanya sendiri yang merekonstruksi Ka'bah. Bangunan suci inilah yang kemudian menjadi cikal bakal arsitektur Islam. Dalam perkembangannya, arsitektur Islam berkembang begitu luas baik itu di bangunan sekular maupun di bangunan keagamaan yang keduanya terus berkembang sampai saat ini. Arsitektur Islam terus mengalami perkembangan dari bentuknya yang amat sederhana pada abad ke-6 M sampai ke tingkat kesempurnaan yang mengagumkan pada abad ke-8 M dan seterusnya. Arsitektur ternyata telah ikut serta membentuk peradaban Islam yang kaya. Di antara beragam karya arsitektur, masjid kuburan, istana dan benteng adalah yang paling amat berpengaruh dalam perkembangan arsitektur Islam. Malah, keempat karya arsitektur Islam itu memiliki pengaruh yang begitu luas terhadap bangunan-bangunan yang lainnya. Gaya arsitektur Islam mulai begitu menonjol dengan desain dan bentuknya yang baru setelah kebudayaan muslim memadukannya dengan gaya arsitektur dari Roma, Mesir, Persia dan Byzantium. Hasil perpaduan kebudayaan Muslim dengan gaya arsitektur negara lain dapat terlihat pada `'Dome of The Rock'' yang selesai dibangun pada tahun 691 M di Yerusalem. Gaya arsitek yang mencolok dari bangunan, terdapat pada ruang tengah yang luas dan terbuka. Selain itu, bangunan yang melingkar, dan penggunaan pola kaligrafi yang berulang. Selain itu, akulturasi itu juga terjadi pada Masjid Raya Samarra di Irak yang selesai dibangun pada tahun 847. Bangunan masjid ini memiliki ciri khas yang ditandai dengan keberadaan minaret. Perpaduan juga tampak pada Masjid Hagia Sophia di Istanbul, Turki yang turut mempengaruhi corak arsitektur Islam. Ernst J Grube dalam tulisannya berjudul What Is Islamic Architecture mengungkapkan, bentuk dominan dari arsitektur Islam sebenarnya terletak pada arsitekturnya yang tersembunyi. Artinya, arsitektur Islam baru bisa terlihat setelah memasukinya dan melihat bentuknya dari dalam. Berkembangnya arsitektur Islam tersebut didukung sejumlah faktor, seperti semakin tingginya teknologi bangunan. Selain itu, faktor sosial politik dan kenegaraan, misalnya peperangan, juga telah membuat arsitektur Islam berkembang semakin pesat. Peperangan telah memicu berkembangnya benteng-benteng dan tembok pertahanan. Faktor lainnya yang ikut mendukung berkembangnya arsitektur Islam adalah berubahnya tingkat ekonomi masyarakat Muslim.

Puteri-Puteri Rasulullah: Zainab, Ruqayah

Zainab dan Kado Kalung Onyx dari Zafar Agama telah memisahkan Zainab dengan Abil 'Ash bin Rabi'. Agama pula yang kemudian menyatukan keduanya.

Ibu mana yang tidak berbahagia melihat anaknya memasuki gerbang pernikahan. Istri Rasulullah, Khadijah binti Khuwailid, juga merasakannya. Di hari pernikahan Zainab, putri pertamanya,

Puteri-puteri Rasulullah SAW: Ummi Khultsum, Fatimah Az Zahra RA

Kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam bagi Utsman bin Affan, sama seperti saat ia ditinggal berpulang Ruqayah.

Khadijah mempunyai enam anak dari pernikahannya dengan Muhammad SAW. Anak pertama, Qasim ibn Muhammad, meninggal saat usianya menginjak dua tahun. Anak keduanya, Abdullah, juga meninggal saat masih kecil.

Ibnu Katsir: Pendapatnya Dirujuk Para Penguasa

Pengaruhnya sangat besar dalam bidang keagamaan. Karyanya, Tafsir Alquran Al-Karim sebanyak 10 jilid masih menjadi bahan rujukan hingga saat ini. Ulama bernama lengkap Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir ini terkenal dalam bidang ilmu tafsir, hadis, sejarah serta fikih. Buah pemikirannya yang tertuang dalam buku maupun kitab menjadi rujukan para cendekiawan maupun ahli agama, dari dulu hingga sekarang. Ia terlahir di Bosyra tahun 700 H/1300 M. Ketika berusia 6 tahun, ayahnya meninggal dunia, Ibn Kasir lantas diasuh oleh kakaknya di Damaskus. Di kota itulah pertama kali mengenyam pendidikan. Tercatat, guru pertamanya adalah Burhanuddin al-Fazari, seorang ulama penganut mazhab Syafii. Selama bertahun-tahun dia tinggal di kota Damaskus dalam kehidupan yang sederhana. Namanya mulai dikenal orang manakala terlibat dalam penelitian untuk menetapkan hukum terhadap seorang zindik yang didakwa menganut paham hulul (inkarnasi). Adapun penelitian tersebut diprakarsai oleh Gubernur Suriah, Altunbuga an-Nasiri. Pada saat bersamaan, minatnya bertambah besar untuk memperdalam ilmu hadis. Ibn Katsir mendapat arahan dari ahli hadis terkemuka di Suriah, Jamaluddin al-Mizzi, yang di kemudian hari menjadi mertuanya. Tak tanggung-tanggung, ia pun sempat mendengar langsung hadis dari ulama-ulama Hedzjaz serta memperoleh ijazah dari Al-Wani. Karena keahlian tersebut, dalam waktu beberapa lama kemudian, ia mendapat kepercayaan menduduki jabatan yang sesuai ilmunya. Tahun 1348, ia menggantikan gurunya, Az-Zahabi di Turba Umm Salih (Lembaga Pendidikan). Selanjutnya dia diangkat menjadi kepala Dar al-Hadis al-Asyrafiyah (Lembaga Pendidikan Hadis) setelah meninggalnya Hakim Taqiuddin As-Subki tahun 1355. Tidak hanya sebagai guru, ia pun banyak menulis kitab ilmu hadis. Di antaranya yang terkenal adalah Kitab Jami al-Masanid wa as-Sunan (Kitab Penghimpun Musnad dan Sunan) sebanyak delapan jilid, berisi nama-nama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis; Al-Kutub as-Sittah// (Kitab-kitab Hadis yang Enam) yakni suatu karya hadis; At-Takmilah fi Mar'ifat as-Sigat wa ad-Dhua'fa wa al-Mujahal (Pelengkap dalam Mengetahui Perawi-perawi yang Dipercaya, Lemah dan Kurang Dikenal); Al-Mukhtasar (Ringkasan) merupakan ringkasan dari Muqaddimmah-nya Ibn Salah; dan Adillah at-Tanbih li Ulum al-Hadis (Buku tentang ilmu Hadis) atau lebih dikenal dengan nama Al-Ba'is al-Hadis. Demikian pula pada bidang ilmu tafsir, keahliannya diakui oleh banyak kalangan. Tahun 1366 diangkatlah Ibn Katsir menjadi guru besar oleh Gubernur Mankali Bugha di Masjid Ummayah Damaskus. Ia memiliki metode sendiri dalam bidang ini, yakni tafsir yang paling benar adalah ; tafsir Alquran dengan Alquran sendiri; bila penafsiran Alquran dengan Alquran tidak didapatkan, maka Alquran harus ditafsirkan dengan hadis Nabi Muhammad SAW--menurut Alquran sendiri, Nabi memang diperintahkan untuk menerangkan isi Alquran; jika yang kedua tidak didapatkan, maka Alquran harus ditafsirkan oleh pendapat para sahabat karena merekalah orang yang paling mengetahui konteks sosial turunnya Alquran; jika yang ketiga juga tidak didapatkan, maka pendapat dari para tabiin dapat diambil. Salah satu karyanya yang terkenal dalam ilmu tafsir adalah yang berjudul Tafsir Alquran al-Karim sebanyak 10 jilid. Kitab ini masih menjadi bahan rujukan sampai sekarang karena pengaruhnya yang begitu besar dalam bidang keagamaan. Di samping itu, ia juga menulis buku Fada'il Alquran (Keutamaan Alquran), berisi ringkasan sejarah Alquran. Bidang ilmu sejarah juga dikuasainya. Beberapa karya Ibn Katsir dalam ilmu sejarah ini antara lain; Al-Bidayah wa an Nihayah (Permulaan adn Akhir) sebanyak 14 jilid, Al-Fusul fi Sirah ar-Rasul (Uraian Mengenai Sejarah Rasul), dan Tabaqat asy-Syafi'iyah (Peringkat-peringkat Ulama Mazhab Syafii). Kitab sejarahnya yang dianggap paling penting dan terkenal adalah judul yang pertama. Ada dua bagian besar sejarah yang tertuang menurut buku tersebut, yakni sejarah kuno yang menuturkan mulai dari riwayat penciptaan hingga masa kenabian Rasulullah SAW dan sejarah Islam mulai dari periode dakwah Nabi ke Makkah hingga pertengahan abad ke-8 H. Kejadian yang berlangsung setelah hijrah disusun berdasarkan tahun kejadian tersebut. Tercatat, kitab Al-Bidayah wa an-Nihayah merupakan sumber primer terutama untuk sejarah Dinasti Mamluk di Mesir. Dan karenanya kitab ini seringkali dijadikan bahan rujukan dalam penulisan sejarah Islam. Sementara dalam ilmu fikih, tak ada yang meragukan keahliannya. Bahkan, oleh para penguasa, ia kerap dimintakan pendapat menyangkut persoalan-persoalan tata pemerintahan dan kemasyarakat yang terjadi kala itu. Misalnya saja saat pengesahan keputusan tentang pemberantasan korupsi tahun 1358 serta upaya rekonsiliasi setelah perang saudara atau peristiwa Pemberontakan Baydamur (1361) dan dalam menyerukan jihad (1368-1369). Selain itu, Ibn Kasir menulis buku terkait bidang fikih didasarkan pada Alquran dan hadis. Ulama ini meninggal dunia tidak lama setelah ia menyusun kitab Al-Ijtihad fi Talab al-Jihad (Ijtihad Dalam Mencari Jihad) dan dikebumikan di pemakaman sufi, tepat di samping makam gurunya, Ibn Taimiyah. Penulis : yus/ensiklopedi islam

Delima, Virus Anti HIV, Al Quran

BANDA ACEH -- Harapan T (23), mahasiwa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh yang menganalisis virus anti HIV dari tinjauan Alquran, menjuarai lomba karya tulis ilmiah Islam nasional yang berlangsung di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Karya ilmiahnya berjudul "Analisis potensi pemanfatan buah delima (punica granatum sebagai pembunuh virus (virusid) dan anti HIV I yang resisten nucleotida dan non nucleotide berdasarkan tinjauan ilmiah dan Al-Quran," dipilih sebagai makalah terbaik oleh dewan juri lomba.

"Kami dari unsur akademi Fakultas Kedokteran Unsyiah menyatakan bangga dan terharu atas prestasi yang diraih Harapan T," kata dosen Fakultas Kedokteran Unsyiah Darussalam dr. HM Andalas SPoG di Banda Aceh, Minggu.

Lomba karya tulis yang diselenggarakan forum ukhuwah lembaga dakwah Fakultas Kedokteran SeIndonesia ini diikuti oleh seluruh Fakultas Kedokteran di Indonesia, dengan dewan juri antara lain Prof DR Marsetyawan, DR Muhammad Tarqib, SpBS dan DR Jamal A.Aziz MAg. "Dewan Juri sangat tertarik dengan penyajian dari mahasiswa Harapan T. Apalagi, sampai saat ini belum ada jawaban pasti untuk obat penyakit AIDS," terang Andalas.

Sejauh ini buah delima memang sering digunakan untuk mengobati penyakit demam berdarah, namun belum ada pihak yang melakukan penelitian ilmiah dengan jumlah sample besar terhadap buah ini. "Kita berharap kedepan Harapan mau melakukan riset lanjutan tentang peran buah delima untuk mengobati seseorang yang terkena HIV/AIDS," ujar Andalas.

Dosen pembimbing Harapan T itu menjelaskan, mahasiswanya ini telah dua kali membawa harum nama Fakultas Kedokteran Unsyiah, etelah sebelumnya menjuarai lomba karya ilmiah wilayah Jawa dan Sumatra 2007, dan Unsyiah berjanji untuk memperhatikan bakat Harapan lebih serius lagi."Kami ingin Harapan T bisa memperkuat almamaternya kelak setelah menyelesaikan pendidikannya," kata Andalas yang menyebut pencapaian Harapan T. ini akan mengharumkan pendidikan tinggi di Aceh.ant/kp

Menelusuri Jejak Bushra: Saksi Kenabian Rasulullah SAW

1
Tak ada seorangpun yang mengetahui kapan Hari Kiamat akan terjadi. Hanya Sang Khalik yang mengetahuinya. Meski begitu Rasulullah SAW telah mengabarkan tanda-tanda menjelang datangnya Hari Akhir itu.

Salah satu tanda menjelang Hari Kiamat adalah keluarnya api di wilayah Arab. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan terjadi hari Kiamat sebelum keluar api dari wilayah Hijaz yg menyinari pundak-pundak unta di Bushra (Huran).” (HR Bukhari dan Muslim).

Terkait hadis di atas, Umar bin khattab RA mengatakan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ''Kiamat tidak akan terjadi sebelum lembah-lembah Hijaz dialiri api hingga menerangi punggung-punggung unta di Bushra.'' (HR Ibnu Adiy dalam Al-Kamil).

Hudzaifah bin Asid RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ''Kiamat tidak akan terjadi sebelum api keluar dari Romawi atau Rukubah (lembah yang sulit dilalui menuju Syam), yang sinarnya menerangi punggung-punggung unta di Bushra (kota pekerja Huran berjarak tiga hari perjalanan dari kota damaskus).'' (HR Thabrani).

Abd al-Wahhab Abd al-Salam Ṭawilah dalam Mengungkap Berita Besar dalam Kitab Suci, mengungkapkan, api tersebut telah keluar pada 654 Hijriah dari sebelah timur kota Madinah, didahului guncangan yang hebat. Api tersebut keluar pada hari Ahad di permulaan bulan Jumadil Akhir dan tenggelam pada hari Selasa.
‘’Pada hari Rabu, api tersebut muncul kembali, bahkan sangat besar,’’ ujar Tawilah.

Menurut dia, dipertengahan hari Jumat, udara sudah diselimuti asap tebal, api itu terus menyebar dan sinarnya ke atas sehingga menghalangi pandangan. Api itu terlihat seperti air bah menuju sutu lembah dengan suaranya seperti suara petir. Penduduk Madinah menyaksikan kejadian tersebut dari rumah-rumah mereka.

Ibnu Katsir mengatakan bahwa Qadhi Shadruddin Al-Hanafi bercerita, ''Bapakku Shafiyuddin, seorang guru madrasah di Busrah berserira kepadaku bahwa pada waktu muncul apai di pagi hari, mereka melihat punggung-punggung unta terkena bias cahaya api itu.''

Al-Qasthalani berkata, ''Seseorang bercerita bahwa ia melihat api itu di Taima dan Bushra.'' Imam Qurthubi juga bercerita bahwa api itu dilihat dari Buktit Bushra. Api tersebut menyebar ke sebuah lembah sampai padam pada tanggal 27 Rajab dan meninggalkan bekas berupa batu hitam setinggi galah.

***

Dalam hadis di atas disebut nama ‘’Bushra’’. Dr Syauqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith Al-Nabawi, mengungkapkan, Bushra atau Bushra asy-Syam adalah kota administrasi Damaskus. ‘’Bushra adalah ibukota distrik Hawran yang ditaklukkan pada 13 H,’’ ujarnya.

Saat ini, kota itu berlokasi di selatan Suriah. Bushra adalah tempat bersejarah. Di kota itu terdapat sejumlah saksi sejarah yang masyhur, seperti gedung teater Romawi, biara pendeta Bahira, dan Mabrak an-Naqah (tempat menderum unta). REPUBLIKA.CO.ID

Kamis, 02 Februari 2012

Pakistan: Sanksi Terhadap Iran Sia-sia, Justru Memacu Kemajuan Iran

ISLAMABAD -- Untuk menghadapi konspirasi anti-Islam, seluruh umat Muslim dunia diharapkan bersatu. Pernyataan ini terkait dengan tekanan sejumlah negara adidaya terhadap Iran belakangan ini.

''Pakistan berbagi sejarah yang sama, buday,a dan agama yang sama dengan Iran," ujar ketua komite urusan luar negeri Pakistan, Salim Saifullah Khan, saat mengadakan pertemuan dengan Duta Besar Republik Iran, Ali Reza. 
Salim juga mengatakan, pemerintah dan rakyat Pakistan selalu mendukung Iran dalam semua persoalan. Mengacu pada sanksi Iran oleh UE dan AS, menurutnya, sanksi terhadap Iran adalah sia-sia karena tidak berdampak pada pembangunan Iran. "Sanksi justru memacu kemajuan Iran," katanya.

Ali Reza Haghighian juga menyerukan, peningkatan kerja sama antara parlemen kedua negara. Dia menambahkan bahwa Pakistan dan Iran harus bekerja sama lebih lanjut dalam bidang perdagangan.

Israel Serukan Serangan Militer Jika Sanksi Iran Gagal

TEHERAN-- Menteri Pertahanan Israel, Ehud Barak, mengatakan bahwa Israel akan menempuh cara lain jika sanksi-sanksi Barat terhadap Iran ternyata gagal menghentikan program nuklir Republik Islam tersebut. Israel akan mendesak agar tindakan militer terhadap Iran dimasukkan dalam agenda.

"Hari ini, ada kepercayaan internasional yang luas untuk mencegah Iran menjalankan program nuklirnya. Dan, tidak ada lagi pilihan yang harus diambil dari meja perundingan," kata Barak, seperti dikutip Haaretz, Kamis (2/1). "Jika sanksi gagal untuk menghentikan program nuklir Iran, maka ada hal yang akan dipertimbangkan untuk mengambil tindakan."

Kepala agen mata-mata Israel (Mossad), Tamir Pardo, baru-baru ini melakukan kunjungan rahasia ke Amerika Serikat. Kunjungannya membahas program nuklir Iran dengan pejabat tinggi AS.

Sementara Presiden Israel, Shimon Peres, telah menegaskan bahwa Iran tidak diizinkan untuk memperoleh kemampuan senjata nuklir. Peres mengisyaratkan pada kemungkinan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. "Pilihan (militer) tidak boleh dikesampingkan. Karena, Iran merupakan ancaman eksistensial,'' tandasnya.



# pendapat ane:
hahahahahahah..... (sesamudra ane kirim tawaan sindiran)

israel-israel, berkacalah kalian...
bukannya kalian yah yang mengancam eksistensial muslim!!!

bagi dunia yang melaknat kalian, kalian adalah pencaplok ranah muslim..
tak sepatutnya kalian memutarbalikkan fakta, dan mengatakan kebohongan..
Islam itu agama yang cinta perdamaian dan tak akan mulai beraksi bila tak disenggol..
jadi, amat terkutuklah komentar anda itu yang mengatakan, "karena Iran merupakan ancaman eksistensial"..

tapi kalo yang dimaksud adalah acaman eksistensial untuk kalian, itu baru benar..
tidak selamanya Islam selalu dalam keterpurukan dan tidak selamanya Islam akan diam dengan apa yang terjadi..

sesungguhnya ke diaman kami umat islam adalah bagaikan diam nya api yang membara, yang sewaktu-waktu akan berkobar bila terus-menerus ditindas..

Joserizal: Fakta Lapangan, Teknologi Canggih Israel Dapat Dihancurkan

JAKARTA -- Beberapa waktu lalu, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Brigjen Hastind Asrin, menyatakan bahwa pemerintah menjatuhkan pilihan untuk membeli pesawat tanpa awak (Unmanned Aero Vehicle-UAV) buatan Israel, karena kecanggihan teknologinya. Bahkan, dia membandingkan dengan buatan Iran. "Dia sangat mengagumi kecanggihan teknologi Israel sebagai yang terhebat di dunia," kata Presidium Medical Emergency Rescue Commitee (Mer-C), Joserizal Jurnalis, dalam pesan singkatnya, Jumat (3/2).

Bahkan, lanjutnya, ketika pesawat mata-mata tanpa awak yang tercanggih Amerika Serikat (AS) berhasil ditangkap dengan cara 'dituntun' oleh Iran untuk mendarat di wilayah Iran, Hastind menyatakan bahwa pesawat itu jatuh sendiri. "Saya melihat bahwa Hastind kurang banyak berada di medan perang, jadi terlihat pembelaannya terhadap superioritas Irael melampaui akal sehat dan fakta di lapangan."

Dia menjelaskan, ketika perang Gaza tahun 2009, pemimpin zionis Israel, Benjamin Netanyahu, berjanji ke pemerintahan Bush bahwa dia akan mengalahkan Hamas dalam tiga hari. Namun, kenyataannya, setelah perang selama 22 hari, Hamas tidak kalah.

Dalam kunjungan Joserizal ke daerah Jabalia, dia juga melihat, lima tank Israel yang hancur. Belum di front yang lain. Setelah perang berakhir, Hamas kehilangan serdadu 48 orang. Korban dari pihak Israel diperkirakan lebih. "Bagaimana cara menghitungnya? Kalau tank yang hancur memuat lima orang awak, lalu dikalikan dengan tank yang hancur di Jabalia, belum yang tewas terkena sniper," rincinya.

Tank yang digunakan Israel adalah Merkava yang digadang-gadang oleh Israel sebagai tank tercanggih di dunia. Pada perang selama 34 hari antara Hizbullah melawan Israel di Lebanon Selatan tahun 2006, kata dia, Israel secara militer kalah.

Tank mereka banyak yang hancur, begitu juga dengan kapal elektronik Israel yang katanya juga sangat canggih, terbakar dihantam rudal Hizbullah setelah diberi tembakan elektronik tipuan. Lalu, tambah Joserizal, beberapa pesawat Drone Israel yang berhasil ditembak jatuh. "Dunia ini tidak seperti yang dibayangkan. Ini baru sebagian fakta lapangan yang saya ungkapkan," cetus spesialis tulang dan traumatologi ini. REPUBLIKA.CO.ID

# pendapat ane:
kita harus bersyukur pada Allah SWT, karena tanpa Allah kita (Islam) tidak akan bisa melawan barat & yahudi bila kita melihat dari segi kemiliteran..

bukan canggihnya peralatan tempur iran dan hamas serta hizbullah, dan bukan juga lemahnya peralatan tempur israel.. tapi itu adalah kecanggihan yang dikirimkan Allah SWT lewat tangan-tangan-Nya kepada pasukan muslim yang membela agama-Nya..

seharusnya, kita melihat fenomena ini sebagai suatu ketukan untuk bangsa muslim agar tidak gentar dengan musuh Allah.. karena Allah akan selalu berada di belakang kita, bahkan berada dibaris terdepan untuk membantu kita melawan musuh-musuh-Nya..

Yusuf Ibn Tasyfin, Penegak Syiar Islam di Andalusia

Yusuf Ibn Tasyfin dikenal sebagai pendiri serta penguasa pertama Dinasti Murabitun yang berada di Maroko, Afrika Utara. Ketika masih memegang tampuk kepemimpinan, Ibn Tasyfin membawa Islam kembali berjaya di Andalusia setelah sebelumnya berada dalam ancaman kekuatan Eropa. Pada mulanya, Al-Murabitun merupakan sebuah gerakan tarekat yang didirikan oleh Abdullah bin Yasin, Yahya bin Umar, dan juga Abu Bakar bin Umar. Adapun dua nama terakhir tak lain adalah saudara sepupu dari Ibn Tasyfin sendiri. Lama kelamaan gerakan keagamaan ini berubah menjadi gerakan politik untuk selanjutnya berhasil menjelma menjadi sebuah kedinastian. Dinasti Murabitu pada masanya memiliki daerah kekuasaan yang begitu luas di Afrika Utara hingga Andalusia (Spanyol). Kekuasaan Ibn Tasyfin berlangsung dari tahun 1061 hingga 1107. Dia bergelar Amir al-Muslimin dan Nasiruddin. Dalam upaya melegitimasi serta memperkuat kekuasaannya, dia meminta pengakuan dan restu dari khalifah Abu Abbas di Baghdad, Irak. Baru setelah itu, dia melakukan upaya konsolidasi intern. Antara lain dengan membenahi dan menata struktur administrasi pemerintahan, mempersatukan serta mengoordinasikan kekuatan berbagai suku yang ada, dan juga membentuk satu formasi militer yang tangguh. Di samping itu untuk mewujudkan satu wilayah kekuasaan hingga layak disebut negara--kawasan Afrika Utara merupakan satu wilayah yang sangat luas dan bebas yang dihuni oleh bangsa-bangsa nomad--Ibn Tasyfin berusaha membujuk Abu Bakar bin Umar untuk menjadi komandan militer serta memimpin pasukan di padang pasir demi meluaskan kekuasaan. Ibn Tasyfin berpendapat, hanya dengan cara itu ia dapat memperluas wilayah kekuasaannya di seluruh kawasan sebelah utara Maroko. Tak hanya itu, di bidang perekonomian, ia memerintahkan untuk mencetak mata uang sendiri yang memang biasa dilakukan oleh sejumlah khalifah sebagai identitas diri selagi berkuasa. Namun persoalan besar menghadang. Saat berjayanya Dinasti Murabitun di bawah kepemimpinan Ibn Tasyfin, nun di seberang sana, kerajaan Islam Andalusia tengah berada di ambang kehancuran. Hal ini dipicu oleh perbutan kekuasaan dan pertentangan antar-muluk at-tawa'if (raja, penguasa kelompok suku). Selain itu, ancaman lebih besar dari kekuatan Kristen yang menunggu momentum untuk menyerang. Akan tetapi, salah satu penguasa yakni Mu'tamid bin Ibad dari Sevilla --salah satu kerajaan terkuat di Andalusia -- rupanya menyadari potensi ancaman dari kekuatan Alfonso VI dari Kerajaan Castille dan Leon tersebut. Menyadari kekuatan pasukan yang dimiliki tidak mencukupi untuk melawan, maka dia meminta bantuan militer dari Ibn Tasyfin. Tanpa berpikir panjang, Ibn Tasyfin menyanggupi permintaan bantuan itu. Dengan persiapan matang dan setelah mempercayakan jabatannya untuk sementara waktu kepada anaknya, berangkatlah dia ke Andalusia bersama pasukannya demi menyongsong perang mempertahankan Islam. Dan perang itu pun terjadi. Tepat pada tanggal 23 Oktober 1086, kedua kekuatan bertemu di sebuah tempat bernama az-Zallaqa. Berkat persatuan dan kerjasama antara pasukan militer Ibn Tasyfin dan Mu'tamid, kekuatan Alfonso VI berhasil dikalahkan. Namun tak lama, begitu mendengar berita tentang kematian anaknya secara tiba-tiba, ia memutuskan untuk pulang ke Maroko sementara pasukannya yang berjumlah tiga ribu orang tetap tinggal di Andalusia. Setelah memakamkan sang anak, Ibn Tasyfin balik kembali ke tanah seberang yang kali ini tujuannya selain untuk mendamaikan para penguasa Islam dalam upaya menahan ancaman pasukan Eropa, juga untuk berkuasa sepenuhnya. Secara gigih dan tak kenal lelah, satu persatu muluk al-tawa'if dapat diyakinkan untuk berhenti bertikai satu sama lain. Berkat persatuan tersebut di bawah komando Ibn Tasyfin, pasukan Islam berhasil melumpuhkan kekuatan pasukan Eropa di Andalusia. Demikian pula wilayah-wilayah di sana, kecuali Zaragoza, dapat dikuasai sepenuhnya oleh pasukan Ibn Tasyfin. Tugas berat selanjutnya adalah mempertahankan apa yang sudah dicapai namun tokoh ini mampu melakukannya hingga 45 tahun lamanya. Sampailah kemudian pada tahun 1107, Ibn Tasyfin meninggal dunia dan langsung digantikan oleh putranya yang bernama Ali bin Yusuf (1107-1143). Sepeninggalnya berangsur-angsur popularitas dan kekuatan Dinasti Murabitun menurun. Dan pada masa pemerintahan Ishaq bin Ali (1146-1147), kekuatan dinasti ini pun hancur.

Muhammad Husayn Thabathaba'i, Syekh Bidang Ilmu Syariat dan Tafsir

Sayyid Muhammad Husain Thabathaba'i adalah seorang ulama, pemikir, faqih, filosof, dan ahli matematika. Dia banyak menelurkan karya-karya penting di bidang keislaman, antara lain Dasar-dasar Filsafat dan Metode Realisme serta karya monumentalnya yakni Al-Mizan, yang sering disebut tafsir Alquran dengan Alquran. Di dalam dirinya telah terdapat sifat rendah hati dan ditambah pula dengan kemampuan analisis intelektualnya. Dalam kelompok ulama tradisional Thabathaba'i memiliki kelebihan sebagai seorang syaikh dalam bidang syariat dan ilmu-ilmu esoteris, sekaligus seorang hakim (filosof atau, tepatnya, teosof Islam tradisional) yang terkemuka. Sejarah mencatat Thabathaba'i telah membaktikan segenap hidupnya untuk mengkaji agama. Sebuah dedikasi tinggi terhadap perkembangan ilmu-ilmu Islam dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Sayyid Muhammad Husain Thabathaba'i dilahirkan di Tabriz pada tahun 1321 H /1903 M, dari suatu keluarga keturunan Nabi Muhammad SAW yang selama 14 generasi telah menghasilkan ulama-ulama Islam terkemuka. Pendidikan awalnya dia peroleh di kota kediamannya dan dalam usia muda telah berhasil menguasai unsur-unsur bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama. Ketika usianya menginjak 20 tahun, Thabathaba'i berangkat ke Universitas Najaf untuk melanjutkan pelajarannya. Disana dia mempelajari ilmu syariat dan ushul al-fiqh dari dua di antara syekh-syekh terkemuka pada masa itu yaitu Mirza Muhammad Husain Na'ini dan Muhammad Husain Isfahani. Akan tetapi, bukanlah menjadi mujtahid tujuannya. Thabathaba'i lebih tertarik pada ilmu-ilmu aqliah, dan mempelajari dengan tekun seluruh dasar matematika tradisional dari Sayyid Abul Qasim Khwansari. Di samping itu dia pun mempelajari sejumlah ilmu lain yakni filsafat Islam tradisional, termasuk naskah baku Asy-Syifa karya Ibnu Sina dan Al-Asfar karya Sadr al-Din Syirazi, serta Tamhid al-Qawa'id karya Ibnu Turkah dari Sayyid Husain Badkuba'i. Thabathaba'i juga mempelajari ilm Hudhuri (ilmu-ilmu yang dipelajari langsung dari Alquran), atau makrifat, yang melaluinya pengetahuan menjelma menjadi penampakan hakekat-hakekat supranatural. Gurunya, Mirza Ali Qadhi, yang mulai membimbingnya ke arah rahasia-rahasia Ilahi dan menuntunnya dalam perjalananan menuju kesempurnaan spritual. Sebelum berjumpa dengan syekh ini, Thabathaba'i mengira telah benar-benar mengerti buku Fushulli al-Hikam karya Ibn Arabi. Namun ketika bertemu dengan syekh besar ini, dia baru menyadari bahwa sebenarnya ia belum mengetahui apa-apa. Berkat sang syekh ini, tahun-tahun di Najaf tak hanya menjadi kurun pencapaian intelektual, melainkan juga kezuhudan dan praktek-praktek spritual yang memampukannya untuk mencapai keadaan realisasi spritual. Pada 1934 Allamah Thabathaba'i kembali ke Tabriz dan menghabiskan beberapa tahun yang sunyi di kota itu, mengajar sejumlah kecil murid. Kejadian-kejadian pada Perang Dunia II dan pendudukan Rusia atas Persia-lah yang membawa Thabathaba'i dari Tabriz ke Qum (1945). Pada waktu itu, dan seterusnya sampai sekarang, Qum merupakan pusat pengkajian keagamaan di Persia. Ia mengajar tafsir Alquran serta filsafat dan teosofi tradisional, yang selama bertahun-tahun sebelumnya tidak diajarkan di Qum. Oleh karenanya Thabathaba'i telah memberikan pengaruh yang amat besar dalam bidang ilmu pengetahuan, baik di dalam basis tradisional maupun modern. Dia telah mencoba untuk menciptakan suatu elite intelektual baru di kalangan kelompok masyarakat berpendidikan modern yang ingin menjadi akrab dengan intelektualitas Islam di samping dengan dunia modern. Banyak murid tradisionalnya yang termasuk kelompok ulama telah mencoba untuk mengikuti teladannya dalam upayanya yang amat penting ini. Beberapa muridnya seperti Sayyid Jalal al-Din Asytiyani dari Universitas Masyhad dan Murtadha Muthahhari dari universitas Teheran juga dikenal sebagai sarjana yang mempunyai reputasi istimewa. Selain di kota Qum, ulama ini kerap mengunjugi Darakah, sebuah desa kecil di sisi pegunungan dekat Teheran. Di tempat inilah Thabathaba'i menghabiskan bulan-bulan musim panas, menyingkir dari panas Kota Qum, kediamannya. Di desa tersebut pula, pada satu hari, Profesor Kenneth Morgan, seorang orientalis terkemuka berkunjung untuk memintanya menulis mengenai pandangan-pandangan Islam Syiah untuk masyarakat intelektual Barat. Dengan kemampuannya yang mumpuni dan penguasaan pada ilmu-ilmu Islam tradisional serta pengenalan terhadap pemikiran Barat menjadikan Thabathaba'i memang orang yang tepat untuk menulis hal tersebut. Kecintaannya pada ilmu telah mengejawantah dalam pribadinya. Dia menjadi lambang dari suatu tradisi panjang kesarjanaan dan ilmu-ilmu tradisional Islam. Kehadirannya meniupkan suatu aroma dari pribadi yang telah mendapatkan buah pengetahuan Ketuhanan. ( yus/berbagai sumber )

Mahmud Syaltut, Pelopor Penerapan Tafsir Tematis

Dalam hal kebebasan beragama, ia melihat hal itu sebagai hal yang harus dijamin dalam Islam. Manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya. Dia adalah salah seorang ulama dan pemikir Islam yang pernah menjadi Rektor Universitas Al-Azhar Mesir. Syaltut dikenal pula sebagai pelopor penggunaan metode tafsir tematis, yakni metode tafsir yang dianggap paling banyak sumbangannya guna memahami pesan Alquran terutama untuk menjawab permasalahan manusia di abad modern ini. Syaltut dilahirkan tahun 1893 di Desa Maniyah, Bani Mansur Provinsi Bukhairah, Mesir. Sejak kecil Syaltut telah memperlihatkan keinginan yang besar dalam ber-tafaquh fid diin (belajar Islam). Pendidikannya dimulai di kampung halamannya dengan menghafal Alquran pada seorang ulama setempat. Pada tahun 1906, ketika menginjak usia 13 tahun, ia mulai pendidikan formalnya dengan masuk Ma'had Al Iskandariah. Studinya ini dirampungkan setelah ia mendapat Syahadah 'Alamiyah an-Nizamiyyah (setingkat ijazah S-1) pada tahun 1918. Kemudian tahun 1919, Syaltut mengajar di almaternya. Bersamaan dengan itu terjadi gerakan revolusi rakyat Mesir melawan kolonial Inggris. Ia ikut berjuang melalui ketajaman pena dan kepiawaian lisannya. Dari almamaternya Syaltut lalu pindah ke Al-Azhar. Selain sebagai pengajar, di institusi pendidikan tertua di dunia ini, ia menjabat beberapa jabatan penting, mulai dari penilik pada sekolah-sekolah agama, wakil dekan Fakultas Syariah, pangawas umum kantor lembaga penelitian dan kebudayaan Islam Al Azhar, wakil syekh Azhar, sampai akhirnya pada tanggal 13 Oktober 1958 diangkat menjadi syekh Azhar (pimpinan tertinggi Al-Azhar). Syekh Mahmud Syaltut merupakan sosok yang selalu menggeluti dunianya dengan aktivitas keagamaan, ilmu pengetahuan, kemasyarakatan, dan juga perjuangan politik. Tidak mengherankan ketika masih muda, ia sudah dikenal dan dianggap sebagai seorang ahli fikih besar, pembaharu masyarakat, penulis yang hebat, seorang khatib yang hebat dengan penyampaian bahasa yang mudah dipahami, argumentasi yang rasional, dan pemikiran yang bijak. Hal ini dibuktikan ketika pada tahun 1937, Syaltut diutus Majelis Tertinggi Al-Azhar untuk mengikuti muktamar tentang Alqanun al Dauli al Muqaran (Perbandingan Hukum Internasional) di Den Haag, Belanda. Dalam muktamar itu, ia sempat mempresentasikan pemikirannya, tentang relevansi syariah Islam yang mampu berdinamika dengan perkembangan zaman. Tahun 1941 ia menyampaikan sebuah risalah tentang 'Pertanggungjawaban Sipil dan Pidana dalam Syariat Islam' (Al-Mas'uliyah al-Madaniyah wa al-Jina'iyyah fi asy-syariah al-Islamiyah). Tesis-tesisnya dalam risalah ini mendapat sambutan baik sehingga secara aklamasi Syaltut diangkat menjadi anggota termuda Majelis Ulama-ulama Besar. Setahun kemudian Syaltut mengemukakan pandangannya mengenai perbaikan Universitas Al-Azhar dalam bidang kebahasaan. Lantas sebagai realisasi dari harapannya ini pada tahun 1946 dibentuklah lembaga bahasa dan dia diangkat menjadi salah seorang anggotanya. Tahun 1950 ia juga diangkat menjadi pengawas umum pada bagian penelitian dan kebudayaan Islam di Universitas al-Azhar. Kesempatan ini dia pergunakan sebaik-baiknya untuk meletakkan dasar-dasar pembinaan lembaga ini, terutama guna membina hubungan kebudayaan Mesir dengan kebudayaan Arab dan dunia Islam. Dalam kaitan ini, ia pernah menjadi penasehat Muktamar Islam di bawah pemerintahan Republik Persatuan Arab (federasi Suriah dan Mesir antara tahun 1958-1961). Hingga pada tanggal 21 Oktober 1958, Syaltut terpilih menjadi Rektor Universitas al-Azhar yang ke-41. Dan sebagai rektor, kini dia memiliki peluang untuk merealisasikan cita-cita maupun pemikirannya demi memajukan universitas tersebut. Upaya yang ditempuh antara lain dengan memindahkan Institut Pembacaan Alquran ke dalam Masjid al-Azhar dengan susunan rencana pelajaran tertentu dalam masalah keislaman. Ini sekaligus mengembalikan fungsi al-Azhar sebagai pusat kajian Alquran bagi seluruh umat secara bebas tanpa terikat jam pelajaran dan ujian. Selain menjabat selaku rektor di universitas terkemuka, Mahmud Syaltut pun memangku jabatan penting sebagai anggota Badan Tertinggi untuk Hubungan-hubungan Kebudayaan dengan Luar Negeri pada Kementerian Pendidikan dan Pengajaran Mesir. Dia pun pernah menjadi anggota Dewan Tertinggi untuk Penyiaran Radio Mesir, anggota Badan Tertinggi untuk Bantuan Musim Dingin serta ketua Badan Penyelidikan Adat dan Tradisi pada Kementerian Sosial Mesir. Dalam percaturan intelektual, Syaltut dikenal sebagai tokoh dan cendekiawan yang memiliki tipologi seorang mujtahid dan mujaddid dengan pemikiran Islam moderat dan fleksibel. Itu bisa dilihat terutama dalam pandangannya mengenai relasi antaragama, hukum Islam, pluralisme, dan ragam aliran pemikiran dalam Islam. Dalam masalah kebebasan beragama misalnya, Syaltut melihat bahwa hal itu sesuatu yang mesti dan dijamin dalam Islam. Manusia, katanya, mempunyai kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya. Dengan kemampuan akal dan amal yang diperbuatnya, derajat manusia akan makin dekat dengan sang Khalik. Dalam upaya kontekstualisasi Islam, Syaltut mencoba merumuskan suatu konsep yang memudahkan umat Islam. Formulasi itu secara ringkas dapat dijelaskan dalam pandangannya, bahwa Islam sebagai sebuah ajaran tidak pernah tertinggal oleh dinamika zaman dan karenanya akan selalu kontekstual dengan masa. Baginya, Islam adalah syariah yang karenanya manusia akan menemukan kedamaian dan kesejahteraan hidup. "Islam memberikan tempat yang luas sekali kepada kita untuk menerjemahkannya bukan dalam konteks ideologis semata, tetapi juga sebuah nilai hidup. Islam memberikan kebebasan berpikir manusia untuk memahami agamanya sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya," ujarnya dalam Islam Aqidah wa Syariah. Syaltut dikenal pula dengan salah satu karyanya menyangkut penafsiran ayat-ayat yang berhubungan dengan wanita yakni Alquran wa al-Mar'ah, sehingga dia dipandang sebagai salah seorang pelopor tafsir maududi (tafsir tematis) atau metode tafsir yang dianggap paling banyak sumbangannya dalam menangkap pesan Alquran guna menjawab problema manusia abad modern. Dalam kaitan pemikiran keyakinan, Syaltut melihat bahwa substansi akidah Islam adalah keimanan, baik iman kepada adanya pencipta maupun terhadap apa yang akan diciptakan oleh sang Pencipta. Kalimat syahadat, paparnya, adalah bentuk perjanjian keimanan manusia dan pernyataan ideologis manusia kepada Tuhan-nya yang satu dan Muhammad sebagai utusan-Nya. Dengan syahadat ini, akan membuka hati dan pikiran manusia untuk memahami Islam lebih dalam dan luas. Untuk mencari kebenaran Tuhan, menurut Syaltut, manusia harus menyadari bahwa ada sesuatu yang harus diketahuinya hanya sebatas untuk tahu, dan ada sesuatu yang diketahuinya dan memang harus diamalkannya. Syaltut menjelaskan, untuk memperoleh kebenaran itu manusia harus melalui pendekatan rasional dan irasional. Ulama dan tokoh kharismatik ini meninggal dunia pada tanggal 19 Desember 1963. Pengabdian dan sumbangsihnya dalam memajukan Universitas Al-Azhar maupun dalam pemikiran keislaman akan selalu dikenang dan dijadikan pedoman guna mewujudkan peningkatan kualitas sumber daya umat Islam pada masa kini dan mendatang.
( yus/berbagai sumber )

Sultan Muhammad Al-Fatih, Sang Pembuka Istanbul

Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu bandar termasyhur dunia. Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Usmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Bandar ini didirikan tahun 330M oleh Maharaja Bizantium yakni Costantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah SAW juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah pada perang Khandak. Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Kostantinopel. Usaha pertama dilancarkan tahun 44 H di zaman Muawiyah bin Abi Sufian RA. Akan tetapi, usaha itu gagal. Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah Umayah. Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk di zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190H. Setelah kejatuhan Baghdad tahun 656H, usaha menawan Kostantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk. Pemimpinnya, Alp Arslan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos, tahun 463 H/1070 M. Akibatnya sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk. Awal kurun ke-8 hijrah, Daulah Usmaniyah mengadakan kesepakatan bersama Seljuk. Kerjasama ini memberi nafas baru kepada usaha umat Islam untuk menguasai Konstantinopel. Usaha pertama dibuat di zaman Sultan Yildrim Beyazid saat dia mengepung bandar itu tahun 796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan Beyazid untuk memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan Konstantinople secara aman kepada umat Islam. Akan tetapi, usahanya menemui kegagalan karena datangnya bantuan dari Eropa dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Leng. Selepas Daulah Usmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat jihad hidup kembali dengan nafas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah mendorong Sultan Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha menaklukkan Kostantinopel. Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama terjadi pengkhianatan di pihak umat Islam. Kaisar Bizantium menabur benih fitnah dan mengucar-kacirkan barisan tentara Islam. Usaha Sultan Murad II tidak berhasil sampai pada zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih, sultan ke-7 Daulah Usmaniyah. Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Kostantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota bandar tadi. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para ulama terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Ismail Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah perintah gurunya. Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sultan, Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini amat berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Alquran dalam waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Ak Samsettin (Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Alquran, hadis, fikih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya. Syeikh Semsettin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW di dalam hadis pembukaan Kostantinopel. Ketika naik takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Semsettin untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan Konstantinopel. Peperangan itu memakan waktu selama 54 hari. Persiapan pun dilakukan. Sultan berhasil menghimpun sebanyak 250 ribu tentara. Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah SAW terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam. Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sultan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah SWT. Dia juga membacakan ayat-ayat Alquran mengenainya serta hadis Nabi SAW tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah SWT. Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa Konstantinopel. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah SWT. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan zikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jamadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453, serangan utama dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentera Usmaniyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Usmaniyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka. ( yus/berbagai sumber )

Imam Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah, Mengajak Kembali ke Alquran dan Hadis

Tokoh ini dikenal sebagai imam, allamah, muhaqqiq, hafizh, ushuli, faqih, ahli nahwu, berotak cemerlang, dan banyak mengeluarkan karya. Nama lengkapnya Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa'ad bin Huraiz az-Zar'i, namun lebih dikenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Ibnul Qayyim dilahirkan di tengah keluarga berilmu dan terhormat pada tanggal 7 Shaffar 691 H. Kampung kelahirannya adalah Zara' dari perkampungan Hauran, sebelah tenggara Damsyq (Damaskus), Suriah. Berkat pendidikan intensif yang diberikan orangtuanya, Ibnul Qayyim pun tumbuh menjadi seorang yang dalam dan luas pengetahuan serta wawasannya. Terlebih ketika itu, bidang keilmuan sedang mengalami masa jaya dan para ulama pun masih hidup. Dari ayahnya, Ibnu Qayyim belajar ilmu faraidl karena sang ayah memang sangat menonjol dalam ilmu itu. Selain itu, dia belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-Baththiy dengan membaca kitab-kitab Al-Mulakhkhas li Abil Balqa', kitab Al-Jurjaniyah, juga sebagian besar kitab Al-kafiyah was Syafiyah. Kepada Syaikh Majduddin at-Tunisi dia belajar satu bagian dari kitab Al-Muqarrib li Ibni Ushfur. Cakupan bidang keilmuannya demikian luas. Misalnya saja dia pernah belajar ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, ilmu fikih dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh Ismail bin Muhammad al-Harraniy. Dia pun terkenal dalam pengetahuannya tentang mazhab-mazhab Salaf. Hingga akhirnya dia bermulazamah secara total (berguru secara intensif) kepada Ibnu Taimiyah sesudah kembalinya Ibnu Taimiyah dari Mesir tahun 712 H hingga wafatnya tahun 728 H. Ketika itu, Ibnu Qayyim sedang pada awal masa mudanya. Oleh karenanya dia berkesempatan mereguk sumber ilmunya dari mata air yang luas. Pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah yang penuh kematangan dia cerna benar-benar. Ibnul Qayyim pun amat mencintainya, sampai-sampai dia mengambil kebanyakan ijtihad-ijtihadnya dan memberikan pembelaan atasnya. Ibnul Qayyim juga menyebarluaskan ilmu Ibnu Taimiyah dengan cara menyusun karya-karyanya yang bagus dan dapat diterima. Mereka berdua seakan tak terpisahkan. Keduanya pernah dipenjara, dihina dan diarak berkeliling bersama sambil didera dengan cambuk di atas seekor onta. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun dilepaskan dari penjara. Banyak faedah besar yang dia petik selama berguru kepada tokoh kharismatik itu, diantaranya yang penting ialah berdakwah mengajak orang supaya kembali kepada kitab Alquran dan sunnah Rasulullah, berpegang kepada keduanya, memahami keduanya sesuai dengan apa yang telah difahami oleh as-Salafus Shalih. Ibnul Qayyim telah berjuang untuk mencari ilmu serta bermulazamah bersama para ulama besar supaya dapat menyerap ilmu mereka dan supaya bisa menguasai berbagai bidang ilmu Islam. Penguasaannya terhadap ilmu tafsir tiada bandingnya. Pemahamannya terhadap ushuluddin mencapai puncaknya serta pengetahuannya mengenai hadis, makna hadis, pemahaman serta istinbath-istinbath rumitnya, sulit ditandingi. Begitu pula, pengetahuannya di bidang ilmu suluk dan ilmu kalam-nya Ahli tasawuf, isyarat-isyarat mereka serta detail-detail mereka. Ibnu Qayyim memang amat menguasai terhadap berbagai bidang ilmu ini. Semua itu menunjukkan bahwa tokoh ini amat teguh pada prinsip, yakni bahwa "Baiknya perkara kaum Muslimin tidak akan pernah terwujud jika tidak kembali kepada madzhab as-Salafus Shalih yang telah mereguk ushuluddin dan syariah dari sumbernya yang jernih yaitu Kitabullah Al-Aziz serta sunah Rasulullah." Dia pun senantiasa berpegang pada ijtihad serta menjauhi taqlid. Diambilnya istinbath hukum berdasarkan petunjuk Alquran, sunnah nabawiyah syarifah, fatwa-fatwa shahih para sahabat serta apa-apa yang disepakati oleh ahlu ats tsiqah (ulama terpercaya) dan para imam fikih. Waktu yang ada benar-benar telah dicurahkannya untuk mengajar, memberi fatwa, berdakwah dan berdialog. Karenanya, banyak tokoh-tokoh ternama adalah para muridnya. Mereka merupakan ulama terbaik yang telah terbukti keutamaannya, di antaranya: anak beliau sendiri bernama Syarafuddin Abdullah, anaknya yang lain bernama Ibrahim, kemudian Ibnu Katsir ad-Dimasyqiy penyusun kitab Al-Bidayah wan Nihayah, Al-Imam Al-Hafizh Abdurrahman bin Rajab Al-Hambali Al-Baghdadi penyusun kitab Thabaqat al-Hanabilah, dan masih banyak lagi. Ibnul Qayyim juga merupakan seorang peneliti ulung. Dia mengambil semua ilmu dan segala tsaqafah yang sedang jaya-jayanya pada masa itu di negeri Syam dan Mesir. Kemudian disusunnya kitab-kitab fikih, kitab ushul, serta kitab-kitab sirah dan tarikh. Jumlah tulisannya sangat banyaknya, dan keseluruhan kitab-kitabnya itu memiliki bobot ilmiah yang tinggi. Oleh karenanya Ibnul Qayyim pantas disebut kamus segala pengetahuan ilmiah yang agung. Beberapa karya besarnya antara lain; Tahdzib Sunan Abi Daud, I'lam al-Muwaqqi'in an Rabbil Alamin, Ighatsatul Lahfan fi Hukmi Thalaqil Ghadlban, Ighatsatul Lahfan fi Masha`id asy-Syaithan, Bada I'ul Fawa'id, Amtsalul Quran, dan Buthlanul Kimiya' min Arba'ina Wajhan. Ibnu Qayyim al-Jauziyah, wafat pada malam Kamis, tanggal 13 Rajab tahun 751 Hijriyah. Setelah dishalatkan keesokan harinya usai shalat Dzuhur di Masjid Jami Besar Dimasyq (Al-Jami Al-Umawi), ulama ini dikuburkan di tanah pekuburan Al-Babus Shaghir. ( yus/berbagai sumber )

Sultan Saladin, Panglima yang Penuh Toleransi

Dia dikenal sebagai raja, panglima perang yang jago strategi, pemimpin umat, dan sekaligus sosok yang santun dan penuh toleransi. Banyak manuskrip yang mencatat "Saladin Sang Raja Mesir" (Saladin, King of Egypt) sebagai simbol kekuasaan Eropa. Namanya tidak bisa dilepaskan dari dejarah Perang Salib yang membawa kejayaan Islam, namun tanpa menindas kaum Kristiani. Sultan Saladin lahir dengan nama Salahidun Yusuf Ibn Ayyub di Tikrit, dekat Sungai Tigris dari sebuah keluarga Kurdi. Ia dikirim ke Damaskus, Suriah, untuk menimba ilmu. Selama sepuluh tahun ia berguru pada Nur ad-Din (Nureddin). Setelah berguru ilmu militer pada pamannya, seorang negarawan Seljuk dan pimpinan pasukan Shirkuh, ia dikirim ke Mesir untuk menghadang perlawanan Kalifah Fatimiyah tahun 1160. Ia sukses dengan misinya yang membuat pamannya duduk sebagai wakil di Mesir pada tahun yang sama. Saladin memperbaiki perekonomian Mesir, mengorganisasi ulang kekuatan militernya, dan mengikuti anjuran ayahnya untuk tidak memasuki area konflik dengan Nur ad Din. Sepeninggal Nur ad Din, barulah ia mulai serius memerangi kelompok Muslim sempalan dan pembrontak Kristen. Dia bergelar Sultan di Mesir dan menjadi pendiri Dinasti Ayyubi serta mengembalikan ajaran Sunni ke Mesir. Terlibat dalam Perang Salib
Dalam dua kesempatan, tahun 1171 dan 1173, Saladin diinvasi Kerajaan Kristen Jerusalem. Nur ad Din saat ini berniat membalas serangan. Namun Saladin mereka kuat terlebih dulu. Sepeninggal Nur ad Din, Saladin menjadi penguasa Damaskus. Ia menikahi janda Nur ad Din dan menaklukkan dua kota penting Aleppo dan Mosul yang dulu selalu gagal ditaklukkan Nuraddin. Namun ia menjadi penguasa yang bersahaja. Sedapatnya, ia selalu menghindari pertumpahan darah, apalagi darah warga sipil. Saat menaklukkan Aleppo, 22 Mei 1176, nyawanya nyaris melayang karena usaha pembunuhan. Ia melakukan konsolidasi di Suriah sambil sebisa mungkin menjaga agar jangan sampai tumpah perang dengan pasukan salib sebesar apapun provokasi dari pasukan salib. Misalnya, ia masih belum bereaksi saat Raynald of Chatillon mengusik aktivitas perdagangan dan perjalanan ibadah haji di Laut Merah, wilayah yang menurut Saladin harus selalu menjadi wilayah bebas. Puncaknya adalah saat penyerangan terhadap rombongan karavan jamaah haji tahun 1185. Saladin meradang. Juli 1187, Saladin menyerang Kerajaan Jerusalem dan terlibat dalam pertempuran Hattin. Ia berhasil mengeksekusi Raynald dan rajanya, Guy of Lusignan. Dia kembali ke Jerusalem 2 Oktober 1187, 88 tahun setelah kaum Salib berkuasa. Berbagai medan pertempuran dilaluinya, dengan satu pesan yang sama kepada pasukannya; minimalkan pertumpahan darah, jangan melukai wanita dan anak-anak. Perang Salib III menelan biaya yang tak sedikit dari kubu Kristen. Inggris mengucurkan dana bantuan yang dikenal dengan istilah 'Saladin Tithe' (Zakat melawan Saladin). Dalam satu pertempuran, ia berhadap-hadapan dengan King Richard I dari Inggris di medan perang Arsuf tahun 1191. Di luar perkiraan kedua pasukan, Saladin dan King Richard I saling berjabat tangan dan menghormat satu sama lain. Bahkan saat tahu pimpinan pasukan musuhnya itu sakit, Saladin menawarkan bantuan seorang dokter terbaik yang dimiliki Damaskus. Begitu juga saat tahu Richard kehilangan kuda tunggangannya, ia memberikan dua ekor sebagai gantinya. Di medan itu, keduanya sepakat berdamai. Bahkan adik Richard dinikahkan dengan saudara Saladin. Tak lama setelah kepergian Richard, Saladin wafat pada tahun 1193 di Damaskus. Saat kotak penyimpanan harta Saladin dibuka, ahli warisnya tidak menemukan cukup uang untuk membiayai pemakamanannya: ia selalu mendermakan hartanya kepada kaum yang membutuhkan. Kini makamnya menjadi salah satu tempat tujuan wisata utama di Suriah. Nama Saladin harum di seantero dunia hingga kini. Bukan hanya kalangan Muslim, kalangan non-Muslim juga sangat menghormatinya. Satu yang dicatat dalam buku-buku sejarah: ketika pasukan Salib menyembelih semua Muslimin yang ditemui saat mereka menaklukkan Jerusalem, Saladin memberikan amnesti dan kebebasan bagi kaum Katolik Roma begitu ia menaklukkan Jerusalem. Sultan Saladin
1138: Lahir di Tikrit, Irak, sebagai putra dari pimpinan kaum Kurdi, Ayub.
1152: Mulai pekerja sebagai pelayan pimpinan Suriah, Nureddin.
1164: Mulai menunjukkan pekiawaiannya dalam bidang strategi militer dan dalam perang melawan pasukan Salib di Palestina.
1169: Saladin menjadi orang kedua dalam kepemimpinan militer Suriah setelah pamannya, Shirkuh. Shirkuh menjadi wakil di Mesir namun meninggal 2 bulan kemudian. Ia menggantikannya. Namun karena kurang ada respons dan dukungan dari penguasa, ia kembali ke Kairo yang menjadi puas kekuatan Dinasti Ayyub.
1171: Saladin menekan penguasa Fatimi dan menjadi pemimpin Mesir dengan dukungan kekhalifahan Abbasiah. Namun tidak seperti Nureddin yang ingin sesegera menggempur pasukan Kristen, ia cenderung lebih menahan diri. Inilah yang membuat hubungan antar keduanya merenggang.
1174: Nureddin meninggal. Saladin menyususn kekuatan.
1175: Pemimpin pembunuh Syiria, anak buah Rashideddin melakukan upaya pembunuhan terhadap Saladin namun gagal. Percobaan kedua si pembunuh berhasil mendekat hingga melukai sang sultan.
1176: Saladin mengepung benteng Masyaf, pertahanan Rashideddin. Setelah beberapa minggu Saladin menarik mundur pasukan dan meninggalkan para pembunuh dalam damai hingga akhir hayat mereka. Dipercaya ia mendapat ancaman seluruh keluarga akan dibunuh. b
1183: Penaklukan kota di utara Suriah, Aleppo.
1186: Penaklukan Mosul di utara Irak.
1187: Dengan kekuatan baru, menyerang Kerajaan Latin Jerusalem dengan pertempuran sengit selama 3 bulan.
1189: Perang Salib III meluas di Palestina setelah Jerusalem di bawah kontrol Saladin.
1192: Menandatangani perjanjian dengan King Richard I dari Inggris yang membagi wilayah pesisir untuk Kaum Kristen dan Jerusalem untuk Kaum Muslim.
4 Maret 1193: Meninggal di Damaskus tidak lama setelah jatuh sakit.
( tri/en.wikipedia.org )

Sultan Mehmed II, Penakluk Bizantium

Mehmed II (30 Maret 1432 - 3 Mei 1481) terkenal dengan julukan Al-Fatih (sang Penakluk). Dia adalah penguasa Kesultanan Turki Usmaniah. Pada awalnya, sultan ini memangku kekuasaannya hanya dalam jangka waktu singkat, yakni dari tahun 1444 hingga 1446. Lima tahun kemudian, ia bertahta lagi (1451-1481). Dialah sultan Turki pertama yang mengklaim sebagai kalifah, pemimpin tertinggi umat Muslim se-dunia. Namanya tercatat dalam sejarah saat berhasil menumbangkan kekuasaan Kekaisaran Bizantium setelah menduduki Konstantinopel tahun 1453 -- melalui pertempuran yang amat terkenal, Perang Konstantinopel. Penaklukan Konstantinopel
Sehari sebelum memulai serangan, Mehmed menyerukan kepada segenap pasukannya bahwa mereka tengah menjalankan perang suci sebagaimana telah dilakukan para pendahulu. Melalui pidato yang berapi-api, sultan ini sanggup membangkitkan semangat dan moral pasukan Turki Ottoman. Awalnya, beberapa penasihat militernya tidak terlalu yakin akan keberhasilan serangan kali ini. Mereka antara lain, masih belum percaya akan kemampuan sultan muda tersebut dalam mengorganisasikan pasukan. Apalagi, Konstantinopel terkenal sulit ditaklukkan. Rintangan yang menghadang juga tak main-main. Kota itu dikelilingi tembok pertahanan kuat. Untuk mengisolasinya juga sulit, kecuali melalui jalur laut. Bulan April 1453, pasukan Turki memulai serangan. Meski terus menerus dibombardir (antara lain menggunakan kanon ukuran besar, panjang 28 kaki, kaliber 8 inci) namun warga kota Konstantinopel tetap bisa bertahan. Mereka sanggup memperbaiki kerusakan setiap malamnya. Lama kelamaan, warga Bizantium kelelahan. Tapi mereka terus bertahan. Hal ini kemudian memunculkan kembali legenda lama bahwa Konstantinopel tidak bakalan jatuh saat bulan purnama. Mereka lupa, bulan tak selamanya purnama. Pada malam hari tanggal 22 Mei, bulan berubah menjadi sabit dan ini membuat moral warga kota jatuh. Mehmed II sudah lama tahu mengenai legenda ini sehingga dia pun menunggu selama beberapa hari sebelum memulai serangan baru. Saat tiba waktunya, serangan pun dimulai. Mukjizat dari Allah muncul ketika perang berkecamuk. Secara tiba-tiba, gerbang kota terbuka akibat suatu kecelakaan. Inilah yang diharapkan pasukan Usmaniyah. Mereka tidak perlu menunggu waktu terlalu lama untuk masuk kota dan menaklukkan Konstantinopel tiga hari kemudian. Penaklukan Konstantinopel, menurut Mehmed II, amatlah penting bagi masa depan kesultanan Usmaniyah. Terbukti kemudian, selama berabad-abad, kesultanan Usmaniyah dapat mempertahankan pengaruh mereka di daratan Eropa Timur. Tak hanya Konstantinopel, beberapa wilayah penting lainnya juga dapat dikuasai seperti Anatolia dan kawasan Balkan. Invasi terhadap Konstantinopel serta keberhasilan kampanye melawan kerajaan-kerajaan kecil di Balkan dan wilayah Turki di Anatolia, menghadirkan kejayaan bagi Kesultanan Usmaniyah. Mehmed II terkenal sebagai penguasa yang rendah hati. Selama menduduki satu kawasan, utamanya di Konstantinopel, misalnya, dia menjalankan praktik yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat saat menaklukkan wilayah musuh. Sesuai ajaran Rasul, dia pun memperlakukan orang-orang taklukan dengan baik. Tidak ada perlakuan semena-mena. Di setiap kota yang diduduki, Mehmed II selalu berusaha mengembalikan fungsi bangunan yang rusak karena perang dan juga mendirikan rumah tempat tinggal layak huni. Untuk menjalankan roda kegiatan sehari-hari, Sultan menunjuk salah seorang tokoh masyarakat setempat sebagai walikota. Pengaruh kekuasaan walikota tersebut hanya terbatas pada warga beragama Kristen, tidak termasuk komunitas Genoa dan Venesia di daerah pinggiran serta pendatang Muslim maupun Yahudi. Metode Sultan ini dengan kata lain mengizinkan kuasa tak langsung kepada warga Bizantium Kristen dan sekaligus juga pengaruh lebih luas pada penguasa Usmaniyah. Hal tersebut berlaku sampai kemudian Sultan memperbarui sistem pemerintahan di kota itu, menggantinya menjadi ibukota Turki Usmaniyah hingga tahun 1920-an. Begitu pula ketika keberhasilan kampanyenya terhadap kawasan Otranto di sebelah selatan Italia, Mehmed II sempat pula mengumpulkan para humanis Italia dan ilmuwan Yunani guna berdiskusi. Hal lain yang dilakukannya adalah tetap memfungsikan Gereja Bizantium, menawarkan pada para sarjana menerjemahkan ajaran-ajaran Kristen ke dalam bahasa Turki dan meminta Gentile Bellini dari Venesia melukis dirinya. Sejarah pun mencatat, Mehmed II adalah sultan pertama yang mengkodifikasikan hukum kriminal dan konstitusi jauh sebelum Sultan Sulaiman. Di samping itu, dia pula yang mengembangkan citra klasik kesultanan Usmaniyah yang otokrasi (padishah). Setelah kejatuhan Konstantinopel, dia mendirikan sejumlah universitas dan perguruan tinggi, yang beberapa di antaranya masih berdiri sampai sekarang.

Hakim ibn Hazm, Sahabat Nabi yang Dermawan

Dia merupakan salah satu sahabat Rasulullah. Namun yang paling menarik, Hakim ibn Hazm tercatat sebagai satu-satunya orang di dunia yang lahir di dalam Kabah. Keutamaan dari Hakim yang lain adalah sikap rendah hatinya, sehingga dia sangat dihormati oleh masyarakat. Dia pun selalu bersedia membantu orang lain yang sedang tertimpa kesusahan. Ayahnya bernama Hazm, yang adalah putra dari Khuwaylid. Oleh karenanya, Hakim tak lain merupakan kemenakan Siti Khadijah, istri Rasulullah, sebab Khadijah adalah putri Khuwaylid. Kelahiran Hakim bermula ketika berlangsung sebuah acara festival di Makkah. Sang ibu yang tengah hamil tua, bersama beberapa wanita, lantas masuk ke dalam Kabah untuk berdoa, sebagaimana kebiasaan saat festival. Akan tetapi, secara tiba-tiba, perut sang ibu mendadak sakit dan merasa hendak melahirkan. Dia tidak kuat lagi untuk bergerak dan terpaksa dibaringkan di Kabah. Sesudah dipersiapkan persalinannya, tak lama kemudian seorang bayi terlahir ke dunia. Bayi itu diberi nama Hakim. Kaya dari kecil
Hakim dibesarkan di keluarga berada. Dia pun benar-benar menikmati statusnya sebagai anak dari keluarga terpandang di Makah. Meski demikian, orangtua Hakim tidak serta merta memanjakannya, bahkan dia diberi tanggungjawab untuk melaksanakan rifadah, yakni membantu siapa saja yang membutuhkan pertolongan, terutama pada musim haji. Hakim pun benar-benar melaksanakan amanat itu dengan penuh keikhlasan bahkan tak jarang dia membantu para jamaah haji menggunakan uangnya sendiri. Hakim pun bersahabat erat dengan Nabi Muhammad SAW, jauh sebelum beliau menjadi Rasul. Kendati usianya lima tahun lebih tua dari Rasulullah, namun hal tersebut tidak menghalangi hubungan keduanya. Mereka kerap berbincang serta menikmati kebersamaan sebagai sahabat. Hubungan pertemanan antara Rasulullah dan Hakim menjadi kian dekat manakala Rasul menikah dengan bibinya, Khadijah binti Khuwaylid. Patut dicatat, meski lama bersahabat dengan Rasul, tapi Hakim tidak memeluk Islam hingga peristiwa penaklukan Makkah. Itu berarti lebih dari 20 tahun setelah Islam didakwahkan secara terang-terangan oleh Rasul. Terhadap hal itu, Hakim sendiri merasa menyesal dengan apa yang sudah dilakukannya sebelum memeluk agama Islam. Ketika pertama kali mengucap dua kalimah syahadat, dia benar-benar amat bersalah serta menyesali setiap detik dalam hidupnya sebagai seorang musyrik dan menolak kebenaran dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Sehari setelah dia masuk Islam, seorang anaknya melihat Hakim nampak menangis. Maka bertanyalah sang anak."Mengapa ayah menangis?" Hakim menjawab sambil tersedu,"Banyak hal yang membuatku menangis, anakku. Yang terutama adalah begitu lamanya waktu bagi aku untuk memeluk Islam. Padahal, dengan menerima ajaran Islam banyak kesempatan dapat diraih untuk melaksanakan kebaikan, namun itulah yang nyatanya telah aku lewatkan. Hidupku tersia-sia ketika terjadi perang Badar dan Uhud. Setelah Uhud, aku berkata pada diri sendiri, bahwa aku tidak akan lagi membantu kaum kafir Quraisy melawan Muhammad, dan aku tidak ingin meninggalkan Makkah. Saat aku merasa ingin menerima Islam, aku segera berpaling dan melihat orang-orang di sekelilingku yang kebanyakan kaum kafir Quraisy, untuk kemudian bergabung kembali dengan mereka. Oh andai aku tidak berlaku seperti itu. Tidak ada yang dapat menghancurkan kita selain ketaatan buta kita terhadap nenak moyang. Jadi, kenapa aku tidak menangis, anakku?" Nabi Muhammad memang terkejut manakala seorang yang rendah hati dan berpengatahun seperti Hakim, tidak memeluk Islam. Untuk waktu lama, Rasul sangat berharap bahwa Hakim serta orang-orang yang sepertinya, dapat terbuka mata hati serta menerima kebenaran Islam. Malam sebelum penaklukan Makkah, Rasulullah berkata kepada para sahabat, "Ada empat orang di Makkah yang aku ingin agar mereka bersedia memeluk agama Islam." Sahabat lantas bertanya,"Siapa saja mereka itu ya Rasul?" "Mereka antara lain Attab Ibn Usayd, Jubayr Ibn Mutim, Hakim Ibn Hazm dan Suhayl Ibn Amr," jawab Rasul. "Dengan ridho Allah, mereka akan menjadi Muslim." Ketika pasukan Islam masuk kota Makkah dan membebaskan kota itu dari jahiliyah, beliau lantas berseru, "Siapa saja yang bersedia mengakui tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka dia akan selamat..Siapa saja yang berlindung di Kabah serta meletakkan senjatanya, dia juga akan selamat. Siapa saja yang masuk dan berlindung di rumah Abu Sufyan, dia selamat. Dan siapa saja yang masuk dan berlindung di rumah Hakim ibn Hazm, dia selamat.." Tak berapa lama, Hakim pun bersegera memeluk Islam dengan sepenuh hati. Dia lantas bertekad untuk menebus segala dosa yang pernah dia perbuat semasa hari-hari jahiliyahnya serta apapun yang pernah dia lakukan untuk menentang Rasulullah. Dia ingin menebusnya demi kemuliaan Islam. Rajin berderma
Pada masa itu, Hakim merupakan pemilik dari sebuah bangunan bersejarah di Makkah bernama Dar an-Nadwah. Di tempat itu, biasanya para pemuka Quraysy berkumpul dan berdiskusi tentang banyak hal. Mereka pun banyak membuat rencana jahat terhadap Nabi Muhammad di sana. Hakim memutuskan untuk menjual bangunan itu, demi menghapus kenangan kelam masa lalu. Dijualnya bangunan tersebut seharga 100 ribu dirham. Seorang kemenakannya pun bertanya,"Anda telah menjual bangunan berharga itu kepada orang Quraisy, paman?" Dengan sabar Hakim menjawab,"Kebanggaan dan kejayaan semu kini telah hilang dan berganti nilai takwa. Aku hanya menjual sebuah bangunan namun hdengan harapan dapat menggantinya nanti di syurga. Dan aku berjanji akan mendermakan seluruh hasil dari penjualan ini di jalan Allah." Bukan hanya itu saja. Saat melaksanakan ibadah haji, dia menyembelih sekitar 100 ekor unta serta membagi-bagikan dagingnya kepada kaum fakir miskin di Makkah. Demikian pula ketika di padang Arafat, bersamanya ada sebanyak 100 budak, dan setelah memberikan masing-masing segenggam perak, para budak itu pun dibebaskannya. Hakim memang amat dermawan dan di saat yang sama dia selalu ingin mendapatkan lebih. Seusai perang Hunain, dia meminta sejumlah pampasan perang kepada Rasul. Dia kemudian meminta lebih dan Rasul kembali memberikannya. Hakim belum lama memeluk Islam akan tetapi Rasul amat pemurah kepada mereka yang baru memeluk Islam agar mereka bersedia menerima Islam sepenuhnya. Hakim pun mendapat pampasan perang dalam jumlah cukup banyak. Maka Rasul pun berkata kepada Hakim, "Wahai Hakim! Segala harta benda ini amatlah menarik. Siapa saja yang memilikinya dan merasa puas dengannya akan diberkahi sebaliknya siapa yang merasa tidak puas, tidak akan diberkahi. Dia akan seperti orang makan namun tidak pernah merasa kenyang. Tangan di atas lebih baik dari tangan yang di bawah." Petuah Rasul ini sangat membekas di hatinya. Dia merasa tersentuh dan lantas berkata kepada Rasul,"Ya utusan Allah, aku tidak akan meminta kepada siapa pun selain kamu untuk apa pun." Sejarah mencatat, Hakim benar-benar menepati ucapannya. Sahabat Rasul ini tidak pernah meminta apapun juga kepada orang lain hingga dia meninggal dunia.

Al Zahrawi, Dokter Bedah Muslim Ternama

Dalam dunia kedokteran, nama Albucasis alias Al Zahrawi tidak pernah luntur. Apalagi bila merunut pada penemuan penyakit hemofilia. Penyakit ini sebenarnya telah ada sejak lama sekali, dan belum memiliki nama. Talmud, yaitu sekumpulan tulisan para rabi Yahudi, 2 abad setelah Masehi menyatakan bahwa seorang bayi laki-laki tidak harus dikhitan jika dua kakak laki-lakinya mengalami kematian akibat dikhitan. Titik terang ditemukan setelah Al Zahrawi pada abad ke-12 menulis dalam bukunya mengenai sebuah keluarga yang setiap anak laki-lakinya meninggal setelah terjadi perdarahan akibat luka kecil. Ia menduga hal tersebut tidak terjadi secara kebetulan. Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia (haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johann Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928. Lukas menelusur aneka catatan kedokteran, termasuk tulisan Al Zahrawi atau Albucasis itu. Albucasis lahir sebagai Abu al-Qasim Khalaf bin Abbas Al-Zahrawi di Al Zahra'a, 6 mil utara Cordoba di Andalusia (sekarang Spanyol), tahun 936. Dia mengawali karirnya sebagai dokter bedah dan pengajar di beberapa sekolah kedokteran. Namanya mulai menjadi perbincangan di dunia kedokteran setelah dia meluncurkan buku yang kemudian menjadi buku paling populer di dunia kedokteran, At-Tasrif liman 'Ajiza 'an at-Ta'lif (Metode Pengobatan). Dalam buku itu, ia banyak menguraikan tentang hal-hal baru dalam operasi medis. Apa yang ditulisnya merupakan cetak biru dari apa yang dilakukannya selama 50 tahun melang melintang dalam dunia pengobatan. Bahkan, bukunya dianggap sebagai ikhtisar ensiklopedi kedokteran. Al Zahrawi juga menciptakan sejumlah alat bantu operasi. Ada tiga kelompok alat yang diciptakannya, yaitu instrumen untuk mengoperasi bagian dalam telinga, instrumen untuk inspeksi internal saluran kencing, dan instrumen untuk membuang sel asing dalam kerongkongan. Di atas semua itu, ia terkenal sebagai pakar operasi yang piawai mengaplikasikan aneka teknik paling tidak untuk 50 jenis operasi yang berbeda. Dia jugalah yang pertama menguraikan secara detil operasi klasik terhadap kanker payudara, lithotrities untuk 'menggempur' batu ginjal, dan teknik membuang kista di kelenjar tiroid. Dia juga termasuk salah satu penggagas operasi plastik, atau setidaknya, dialah yang memancangkan prosedur bedah plastik pertama kali. Dalam bukunya, Al-Tasrif, Al-Zahrawi mendiskusikan tentang penyiapan aneka obat-obatan yang diperlukan untuk penyembuhan pasca operasi, yang dalam dunia pengobatan modern dikenal sebagai ophthalmologi atau sejenisnya. Dalam penyiapan obat-obatan itu, ia mengenalkan tehnik sublimasi. Al Zahrawi juga ahli dalam bidang kedoteran gigi. Bukunya memuat beberapa piranti penting dalam perawatan gigi. Misalnya thereof, alat yang sangat vital dalam operasi gigi. Di buku yang sama, ia juga mendiskusikan beberapa kelainan pada gigi dan problem deformasi gigi serta bagaimana cara untuk mengoreksinya. Ia juga memciptakan sebuah teknik untuk menyiapkan gigi artifisial dan cara memasangnya. Al-Tasrif dialihbahasakan ke dalam bahasa Latin pada abad pertengahan oleh Gherard of Cremona. Sejumlah editor lain di Eropa mengikutinya, dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa mereka. Buku dengan sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah yang digunakan Al Zahrawi ini kemudian masuk ke kampus-kampus dan menjadi buku wajib mahasiswa kedokteran. Al Zahrawi disebut oleh Pietro Argallata (meninggal tahun 1423) sebagai "Pimpinan segala operasi bedah tanpa keraguan". Jacques Delechamps (1513-1588), ahli bedah Prancis lainnya, menyebut Al Zahrawi sebagai pemikir jempolan abad pertengahan hingga Renaissance. Ia merujuk komentarnya pada kitab At Tasrif karya Al Zahrawi yang banyak dirujuk dokter-dokter pada masa itu. Al Zahrawi menjadi pakar kedokteran populer di zamannya. Bahkan hingga lima abad setelah kematiannya, bukunya tetap menjadi buku wajib bagi para dokter di berbagai belahan dunia. Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan kedokterannya, menurut Dr Cambell, pakar sejarah pengobatan Arab, dimasukkan dalam kurikulum fakultas kedokteran di seluruh belahan Eropa. Dia juga dikenal sebagai fisikawan andal kebanggaan Raja Al-Hakam II dari Spanyol. Setelah malang melintang di dunia kedokteran dengan sejumlah temuan baru, Al Zahrawi berpulang pada tahun 1013. Namanya tercatat dengan tinta emas dalam dunia kedokteran modern hingga kini. ( tri/islamonline )

As-Shakawi, Peletak Dasar Ilmu Sejarah Islam

Kepakarannya mulai diakui publik pada pertengahan 1400-an. Bahkan, seorang sultan pada Dinasti Mamluk 'melamar' menjadi muridnya. Ulama ini dikenal sebagai seorang ahli hadis, sejarawan besar pada zamannya serta penulis yang produktif. Dia berasal dari keluarga miskin yang tinggal di As-Sakha, sebuah perkampungan di Kairo, Mesir. Nama lengkapnya adalah Abu al-Khair Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abi Bakr bin Usman asy-Syakhawi al-Qahiri asy-Syafi'i dan lahir sekitar tahun 1427 di Kairo. Kakeknya seorang miskin dan hidup dari berdagang barang tenunan secara kecil-kecilan. Meski serba kekurangan, namun tidak mengurangi semangat sang kakek untuk tetap beribadah kepada Allah SWT. Sementara ayahnya yang bernama Abdurrahman adalah seorang pedagang kecil tetapi kuat ibadahnya. Dia kerap menghadiri majelis taklim dan punya hubungan luas dengan sejumlah ulama di wilayahnya. Di antara para ulama itu yakni Ibnu Hajar al-Asqalani, ahli hadis yang juga sejarawan terkemuka. Dari kakeknya, ayah dan Ibnu Hajar itulah, As-Shakawi memperoleh bekal ilmu pendidikan. Terutama Ibnu Hajar yang sangat mencintainya, dengan penuh kasih sayang senantiasa menurunkan ilmunya kepada sang murid. Ketika menimba ilmu dari Ibnu Hajar, As-Shakawi mengkaji tulisan dalam berbagai bidang ilmu semisal hadis, sejarah maupun biografi. Dan sebagaimana gurunya itu, di kemudian hari dia banyak menuliskan biografi para tokoh, utamanya untuk kepentingan seleksi hadis. Di samping dia pun terbilang gemar menulis kritik tentang hadis yang diriwayatkan oleh para tokoh tersebut. Dalam bidang yang satu ini, dia memang banyak belajar pada Ibnu Hajar yang tak pernah lupa mengirimkan pembantunya untuk membacakan karyanya pada as-Shakawi bila dia sendiri berhalangan. Oleh sebab itu, Ibnu Hajar lantas memberikan pujian bagi muridnya tersebut. "Dia, yang masih muda ini, karena kesungguhan, ketekunan, kehati-hatian dan daya kritiknya, mengungguli murid-murid yang lebih senior," begitu komentarnya. Sehingga tidaklah mengherankan bila di masa tuanya, Ibnu Hajar mengangkat muridnya yang cerdas ini untuk menjadi asistennya dalam memberi pelajaran hadis. Tahun 1449 Ibnu Hajar al-Asqalani meninggal dunia dan itu sangat memukul as-Shakawi. Saking tak kuat menahan sedih, dia bermaksud meninggalkan Mesir dan pindah ke Suriah dengan niat ingin menimba pengetahuan pada guru yang terkenal di sana. Namun harapannya ini tidak kesampaian lantaran tidak mendapat izin dari orangtuanya. Oleh karenanya, dia pun terpaksa tetap tinggal di Mesir serta melanjutkan pendidikannya pada bidang ilmu hadis. Dia kemudian banyak mengembara dari satu kota ke kota lain demi menemukan guru pembimbing yang mumpuni. Kota-kota besar semisal Dimyath, Manuf dan Iskandariyah pernah disinggahinya. Sekaligus pada waktu bersamaan, dia berupaya mendapatkan tugas dalam pengajaran hadis di Kairo dengan meminta bantuan dari kawan-kawan Ibnu Hajar. Sekitar tahun 1452 pergilah ia ke tanah suci Makkah guna menunaikan ibadah haji. Namun setelah itu as-Shakawi memutuskan untuk menetap selama beberapa lama di sana serta menyempatkan diri berziarah ke Madinah. Maka sejak tahun 1453, hidupnya berpindah-pindah antara Mesir, Suriah dan juga Hejaz. Tercatat sebanyak lima kali dia menunaikan ibadah haji dengan yang terakhir ialah tahun 1492. Dan setiap kali berhaji, tokoh ini selalu bermukim beberapa waktu di Makkah, sesudah itu kembali ke Mesir untuk mengajar hadis di beberapa madrasah di ibukota Kairo. Pada masa-masa tersebut As-Shakawi mulai rajin menulis. Saat ditugaskan untuk memberi pelajaran sejarah pada Sultan Dinasti Mamluk, Qait Bey (1468-1496), setiap dua malam dalam seminggu, ia menolak. Bahkan dia juga menyatakan dengan tegas keberatannya ketika sultan berharap agar As-Shakawi bersedia menerima sultan sebagai murid khusus yang akan hadir di kediamannya. Akan tetapi, beberapa anak sultan terus mengikuti pengajiannya. Sebagai seorang penulis yang produktif, As-Shakawi meninggalkan banyak karya, antara lain Ad-Dau' al-Lami fi A'yan al-Qarn at-Tasi (Cahaya Gemerlap tentang Tokoh-tokoh abad ke-9 H), berisi 12 jilid. Buku ini merupakan kamus yang memuat tokoh-tokoh terkenal abad ke-9 H, disusun secara alfabetis Arab. Bukunya yang berjudul Al-I'lan bi at-Taubikh li Man Zamma Ahl at-Tawarikh pada intinya menerangkan pengertian ilmu tarikh dan kedudukan ilmu ini bagi masyarakat, adalah sebuah buku yang demikian terkenal dalam bidang historiografi. Melalui karya tersebut, dapat dikatakan bahwa as-Shakawi telah meletakkan monumen penting bagi historiografi Islam. Kitab ini juga merupakan makalah panjang tentang kritik sejarah. Dengan segala kekurangannya, buku ini ia tulis setelah melakukan sejumlah penelitian mendalam berkenaan penulisan sejarah. Karya ini banyak memberikan informasi tentang karya-karya sejarah dan teologi serta sedikit tentang karya sejarah yang disebut sebagai sejarah umum. ( yus/ensiklopedi islam )

Abul Wafa Muhammad Al Buzjani, Peletak Dasar Rumus Trigonometri

Masa kejayaan Islam tempo dulu antara lain ditandai dengan maraknya tradisi ilmu pengetahuan. Para sarjana Muslim, khususnya yang berada di Baghdad dan Andalusia, memainkan peran cukup penting bagi tumbuh berkembangnya ilmu kedokteran, matematika, kimia, dan bidang ilmu lain yang sekarang berkembang. Selama berabad-abad sarjana-sarjana Muslim tadi menuangkan buah pikiran dan hasil penelitian ke dalam kitab-kitab pengetahuan untuk kemudian menjadi rujukan ilmu pengetahuan modern. Kini, dunia telah dapat mengambil manfaat dari pengembangan ilmu yang dirintis oleh para ilmuwan serta sarjana Muslim. Abul Wafa Muhammad Ibn Muhammad Ibn Yahya Ibn Ismail al-Buzjani, merupakan satu di antara sekian banyak ilmuwan Muslim yang turut mewarnai khazanah pengetahuan masa lalu. Dia tercatat sebagai seorang ahli di bidang ilmu matematika dan astronomi. Kota kecil bernama Buzjan, Nishapur, adalah tempat kelahiran ilmuwan besar ini, tepatnya tahun 940 M. Sejak masih kecil, kecerdasannya sudah mulai nampak dan hal tersebut ditunjang dengan minatnya yang besar di bidang ilmu alam. Masa sekolahnya dihabiskan di kota kelahirannya itu. Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, Abul Wafa lantas memutuskan untuk meneruskan ke jenjang lebih tinggi di ibukota Baghdad tahun 959 M. Di sana, dia pun belajar ilmu matematika. Sejarah mencatat, di kota inilah Abul Wafa kemudian menghabiskan masa hidupnya. Tradisi dan iklim keilmuan Baghdad benar-benar amat kondusif bagi perkembangan pemikiran Abul Wafa. Berkat bimbingan sejumlah ilmuwan terkemuka masa itu, tak berapa lama dia pun menjelma menjadi seorang pemuda yang memiliki otak cemerlang. Dia pun lantas banyak membantu para ilmuwan serta pula secara pribadi mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematika, utamanya geometri dan trigonometri. Di bidang ilmu geometri, Abul Wafa memberikan kontribusi signifikan bagipemecahan soal-soal geometri dengan menggunakan kompas; konstruksi ekuivalen untuk semua bidang, polyhedral umum; konstruksi hexagon setengah sisi dari segitiga sama kaki; konstruksi parabola dari titik dan solusi geometri bagi persamaan. Konstruksi bangunan trigonometri versi Abul Wafa hingga kini diakui sangat besar kemanfaatannya. Dia adalah yang pertama menunjukkan adanya teori relatif segitiga parabola. Tak hanya itu, dia juga mengembangkan metode baru tentang konstruksi segi empat serta perbaikan nilai sinus 30 dengan memakai delapan desimal. Abul Wafa pun mengembangkan hubungan sinus dan formula 2 sin2 (a/2) = 1 - cos a dan juga sin a = 2 sin (a/2) cos (a/2) Di samping itu, Abul Wafa membuat studi khusus menyangkut teori tangen dan tabel penghitungan tangen. Dia memperkenalkan secan dan cosecan untuk pertama kalinya, berhasil mengetahui relasi antara garis-garis trigonometri yang mana berguna untuk memetakannya serta pula meletakkan dasar bagi keberlanjutan studi teori conic. Abul Wafa bukan cuma ahli matematika, namun juga piawai dalam bidang ilmu astronomi. Beberapa tahun dihabiskannya untuk mempelajari perbedaan pergerakan bulan dan menemukan "variasi". Dia pun tercatat sebagai salah satu dari penerjemah bahasa Arab dan komentator karya-karya Yunani. Banyak buku dan karya ilmiah telah dihasilkannya dan mencakup banyak bidang ilmu. Namun tak banyak karyanya yang tertinggal hingga saat ini. Sejumlah karyanya hilang, sedang yang masih ada, sudah dimodifikasi. Kontribusinya dalam bentuk karya ilmiah antara lain dalam bentuk kitab Ilm al-Hisab (Buku Praktis Aritmatika), Al-Kitab Al-Kamil (Buku Lengkap), dan Kitab al-Handsa (Geometri Terapan). Abul Wafa pun banyak menuangkan karya tulisnya di jurnal ilmiah Euclid, Diophantos dan al-Khawarizmi, tetapi sayangnya banyak yang telah hilang. Kendati demikian, sumbangsihnya bagi teori trigonometri amatlah signifikan terutama pengembangan pada rumus tangen, penemuan awal terhadap rumus secan dan cosecan. Maka dari itu, sejumlah besar rumus trigomometri tak bisa dilepaskan dari nama Abul Wafa. Seperti disebutkan dalam Alquran maupun hadis, agama Islam menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Inilah yang dihayati oleh sang ilmuwan Muslim, Abul Wafa Muhammad hingga segenap kehidupannya dia abdikan demi kemajuan ilmu. Dia meninggal di Baghdad tahun 997 M. ( yus/berbagai sumber )