translated to :

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Jumat, 03 Februari 2012

Al-Farabi (870 M-950 M)

Dunia mendaulatnya sebagai 'guru kedua' setelah Aristoteles. Julukan itu disematkan kepada Abu Nasir al-Farabi, karena kiprah, jasa dan dedikasinya sebagai seorang filsuf dan ilmuwan terbaik di zamannya. Filsuf Islam yang dikenal di dunia barat dengan nama Alpharabius itu adalah sosok ilmuwan yang serba bisa. Al-Farabi yang terlahir di Farab, Kazakhstan pada 870 M, menghabiskan sebagian besar usianya di tanah kelahirannya. Ia kemudian memutuskan untuk hijrah ke Baghdad, Negeri 1001 malam. Di kota ini ilmuwan yang juga kerap disebut dengan nama Abunasir itu menimba ilmu selama 20 tahun. Pada kekahlifahan Al-Muktafi (902-908M) dan awal kekhalifahan Al-Muqtadir (908-932M) Al-farabi dan Ibn Hailan meninggalkan Baghdad menuju Harran. Dari Baghdad Al-Farabi hijrah ke Konstantinopel dan tinggal di sana selama delapan tahun serta mempelajari seluruh silabus filsafat. Al-Farabi merupakan komentator filsafat Yunani yang sangat ulung di dunia Islam. Meskipun kemungkinan besar ia tidak bisa berbahasa Yunani, ia mengenal para filsuf Yunani; Plato, Aristoteles dan Plotinus dengan baik.
Kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan, seperti matematika, filosofi dan pengobatan telah diakui dunia. Tak cuma itu, pada sosok Al-Farabi juga mengalir darah seni. Dia menguasai seluk beluk musik Islam. Tak hanya memainkannya, namun juga telah menciptakan berbagai alat musik. Al-Farabi muda belajar ilmu-ilmu Islam dan musik di Bukhara. Al-Farabi juga melahirkan sebuah buku penting dalam bidang musik, yakni Kitab al-Musiqa. Dia merupakan filsuf Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mempertalikan dan sejauh mungkin menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam serta berupaya membuatnya bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu. Di antara sederet karya dan buah pikirnya, Al-Madinah Al-Fadilah (Kota atau Negara Utama) adalah yang paling terkenal. Lewat karyanya itu, Al-Farabi mengupas mengenai pencapaian kebahagian melalui kehidupan politik dan hubungan antara rezim yang paling baik menurut pemahaman Plato dengan hukum Ilahiah islam. Heri Ruslan Ibnu Sina, (980-1037)
Dunia Barat mengenalnya sebagai Avicenna. Umat Islam menyebutnya dengan panggilan Ibnu Sina namun nama lengkapnya adalah Abu 'Ali al-Husayn bin 'Abdullah bin Sina. Ibnu Sina adalah seorang filsuf, ilmuwan sekaligus dokter. Bahkan, dunia menjulukinya sebagai 'Bapak Pengobatan Modern'. Ibnu Sina lahir pada 980 M di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan. Kontribusinya bagi dunia ilmu pengetahuan sungguh tak ternilai. Betapa tidak, buah pikir dan karyanya dituangkan dalam 450 buku, sebagaian besar mengupas filsafat dan kedokteran. Tak heran, jika George Sarton menyebut Ibnu Sina sebagai ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu. Hasil pemikiran yang paling termasyhur dari Ibnu Sina adalah The Canon of Medicine atau Al-Qanun fi At Tibb. Meskipun secara tradisional dipengaruhi oleh cabang Islam Ismaili, namun pemikiran Ibnu Sina independen dengan memiliki kepintaran dan daya ingat yang luar biasa. Berkah itulah yang kemudian membuatnya menyusul para gurunya pada usia 14 tahun. Ibnu Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang guru. Kepandaiannya segera membuatnya menjadi kekaguman diantara para tetangganya. Pada usia lima tahun dia sudah mampu menghafal Alquran. Dia belajar dari mana saja bahkan dari seorang pedagang sayur sekalipun. Konon, dia mempelajari aritmatika dari seorang pedagang sayur. Ibnu Sina juga mempelajari ilmu kedokteran dari seorang sarjana yang memperoleh suatu mata pencaharian dari merawat orang sakit dan mengajar anak muda. Kedokteran sudah dipelajarinya sejak usia 16 tahun. Tak hanya belajar teori, tetapi Ibnu Sina juga belajar banyak lewat melayani orang sakit, melalui perhitungannya sendiri hingga akhiranya menemukan metode - metode baru dari perawatan. Selain menguasai ilmu kedokteran, pada usia 18 tahun Ibnu Sina sudah mengantongi predikat sebagai seorang fisikawan. Penulis : Heri Ruslan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar