translated to :

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Rabu, 01 Februari 2012

Hafshah binti Umar bin Khattab, Pendamping Rasulullah di Surga

Dia seorang wanita mulia. Kemuliaan yang dicurahkan dengan puasa dan shalat malamnya. Kemuliaan itulah yang membuat dirinya tetap berdampingan dengan orang yang paling mulia, Rasulullah SAW. Namanya Hafshah binti Umar bin Al Khatthab bin Nufail bin Abdil al Qurasyiyyah Al Adawiyyah Radliallahu Anhu. Ya, dia memang putri dari khalifah Umar bin Khattab. Ibunya bernama Zainab binti Madhun. Adapun Hafshah dilahirkan lima tahun sebelum masa Rasulullah SAW diangkat sebagai nabi. Hafshah merangkai kisah hidup dalam ikatan pernikahan dengan Khumais bin Hudzafah As Sahmi. Suaminya tersebut dikenal sebagai seorang sahabat mulia yang turut terjun dalam perang Badar. Akan tetapi kebahagiaan itu harus berakhir. Khumais menderita luka parah dalam perang Uhud dan meninggal dunia di Madinah. Hari-hari terus berganti dan mesti dilalui seorang diri, tanpa sang suami di sisi. Kesedihan tak bisa disembunyikan dari wajahnya. Khalifah Umar terus memperhatikan putrinya yang sedang bersedih dan hatinya pun ikut pilu. Dia ingin mengusir sedih di hati putrinya tersebut dengan mencarikan pendamping hidup. Lantas terlintas dipikiran yakni sahabatnya yang mulia, Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Setelah masa iddah Hafshah usai, Umar pun bergegas menemui Abu Bakar. Lantas diceritakanlah peristiwa yang menimpa putrinya, dan kemudian ditawarkan kepada Abu Bakar untuk menikahi putri tercintanya. Akan tetapi, Abu Bakar tidak memberikan jawaban. Umar kecewa dan langsung meninggalkan Abu Bakar. Dari situ Umar menemui Utsman bin Affan yang juga baru kehilangan kekasihnya, Ummu Kultsum, putri Rasulullah. Sama halnya kepada Abu Bakar, dia menceritakan tentang putrinya dan menawarkan Utsman untuk menikah dengan putrinya. Tapi Utsman terdiam, dan memberikan jawaban, "Kurasa, aku tidak ingin menikah dahulu hari-hari ini." Umar kembali kecewa. Dengan penuh gundah, Umar menemui Rasulullah. Diungkapkan segala yang dialaminya. Dan tersenyum Rasulullah yang lantas berkata, "Hafshah akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Utsman, dan Utsman akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Hafshah." Tak disangka, Rasulullah pun meminang Hafshah. Tak terkira betapa gembiranya Umar. Seusai menikahkan Rasulullah dengan putrinya, Umar segera mendatangi Abu Bakar untuk mengabarkan peristiwa besar yang dia alami sebagai suatu kemuliaan dari Allah diiringi dengan permintaaan maaf. Abu Bakar tersenyum mendengar penuturan Umar. "Barangkali waktu itu engkau sangat marah padaku. Sesungguhnya aku tidak memberikan jawaban karena aku telah mendengar Rasulullah SAW menyebut-nyebut Hafshah. Akan tetapi, aku tidak ingin menyebarkan rahasia Beliau. Seandainya Rasulullah tidak menikahinya, pasti aku akan menikah dengannya," demikian ungkap Abu Bakar. Pernikahan tersebut berlangsung pada tahun ketiga Hijriyah, dalam usia Hafshah yang ke-20 tahun. Sejak saat itu, Hafshah hadir dalam rumah tangga Rasulullah SAW, setelah Aisyah RA. Di tahun yang sama Rasulullah menikahkan Utsman bin Affan dengan putri Beliau, Ruqayyah. Dalam perjalanan menapaki rumah tangga bersama Rasulullah, tercatat kisah yang mengguratkan sejarah besar. Dari peristiwa itulah turun ayat dalam Surat At-Tahrim sebagai teguran Allah SWT. Berawal dari singgahnya Rasulullah di rumah Zainab bintu Jahsy RA, beliau tertahan beberapa lama karena menikmati madu yang dihidangkan Zainab. Dan ketika mendengar hal itu, meluaplah kecemburuan Aisyah. Dia mengatakan hal ini kepada Hafshah. Kemudian Aisyah dan Hafshah bersepakat, apabila beliau menemui salah seorang dari mereka berdua, hendaknya dikatakan bahwa Beliau telah makan buah maghafir. Inilah yang dilakukan oleh Aisyah dan Hafshah, hingga Rasulullah mengatakan, "Aku tidak makan buah maghafir. Aku hanya minum madu di tempat Zainab, dan aku tidak akan mengulanginya lagi." Tak hanya itu yang terjadi. Peristiwa lain mengiringi ketika Rasulullah mendatangi budak Beliau, Mariyah Al Qibthiyyah, di rumah Hafshah. Kecemburuan Hafshah pun membuncah, "Ya Rasulullah, engkau lakukan hal itu di rumahku, di atas tempat tidurku dan pada hari giliranku." Rasulullah segera meredakan kemarahan Hafshah. Beliau menyatakan bahwa sejak saat itu Mariyah haram bagi Beliau. Tak lupa beliau berpesan agar Hafshah tidak menceritakan apa yang terjadi pada siapa pun. Namun, Hafshah tidak memegangi pesan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Dia mengungkap peristiwa itu di hadapan Aisyah. Siapakah yang dapat bersembunyi dari Allah? Tentang dua peristiwa ini, Allah lantas menurunkan wahyu kepada Nabi-Nya agar tidak mengharamkan segala yang Allah halalkan, semata-mata untuk mencari keridaan istri-istri Beliau. Allah kabarkan kepada Beliau tentang apa yang diperbuat Aisyah dan Hafshah, disertai teguran kepada mereka berdua untuk bertaubat kepada Allah. Begitulah perjalanan rumah tangga dengan segenap pasang surutnya. Suatu ketika, Rasulullah hendak menceraikannya. Namun malaikat Jibril menahan beliau, "Kembalilah kepada Hafshah. Sesungguhnya dia wanita yang banyak puasa dan shalat malam, dan dia adalah istrimu kelak di dalam surga." Hafshah binti Umar RA, wanita mulia yang meraih kemuliaan dengan puasa dan shalat malamnya. Hafshah menikmati bimbingan dalam liputan cahaya kenabian. Dia meriwayatkan banyak ilmu dari sisi suaminya yang tercinta, Rasulullah SAW, juga dari ayahnya, Umar ibn Khaththab. Sepeninggal Rasulullah, dia menyebarkan ilmu, hingga tercatatlah deretan nama para sahabat yang meriwayatkan dari Hafshah binti Umar RA, di antaranya Abdullah bin Umar, saudara laki-lakinya. Pada tahun ke-45 setelah hijrah, pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, Hafshah binti Umar kembali kepada Rabb-nya. Kala itu, Muawiyah bin Abi Sufyan dan Abu Hurairah terlihat turut mengusung jenazah Hafshah dari kediamannya hingga ke kuburnya. Wanita mulia itu telah tiada, kehidupannya meninggalkan keharuman ilmu dan guratan berharga bagi umat. ( yus/berbagai sumber )

1 komentar: