translated to :

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Rabu, 01 Februari 2012

Muhammad Bin Sirin

Muhammad bin Sirin dilahirkan dua tahun menjelang berakhirnya kekhilafahan Utsman bin Affan RA. Semenjak kecil, Sirin sudah dididik di rumah yang dipenuhi oleh sifat wara dan taqwa dari segala sudutnya. Saat menginjak usia baligh, si anak yang baik pekerti dan cerdas ini mendapatkan masjid Rasulullah SAW disesaki oleh sisa-sisa para sahabat yang mulia dan para senior kalangan Tabi'in. Antara lain Zaid bin Tsabit, Anas bin Malik, Imran al-Hushain, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Az-Zubair, dan Abu Hurairah. Maka batapa beruntungnya dia mendapat kesempatan menimba ilmu dari para tokoh besar tersebut. Ia menimba ilmu Kitabullah, fikih, dan periwayatan hadis dari mereka, sehingga hal itu dapat mengisi akalnya dengan hikmah dan ilmu. Beberapa tahun kemudian, keluarganya membawa pemuda ini pindah ke Bashrah, untuk kemudian menetap di sana. Ketika itu, Bashrah masih merupakan kota yang baru dibuka. Kaum Muslimin berhasil membukanya pada akhir-akhir kekhilafahan Umar Al-Faruq RA. Bashrah merupakan kota yang mewakili karakteristik umat Islam. Ia merupakan pangkalan militer tentara kaum Muslimin yang berperang di jalan Allah. Ia merupakan pusat pengajaran dan penyuluhan bagi orang-orang dari penduduk Irak dan Persia yang masuk Islam. Dalam menempuh hidupnya yang baru di Bashrah, Muhammad bin Sirin mengambil dua cara yang berimbang; pertama, memfokuskan pada separuh harinya untuk menimba ilmu dan beribadah. Kedua, memperuntukkan sebagiannya lagi untuk mencari rejeki dengan berbisnis. Bila fajar menyingsing, dia pun berangkat ke masjid untuk mengajar dan belajar. Hingga matahari sudah naik, ia beranjak dari masjid menuju pasar untuk berjual-beli. Bilamana malam telah tiba, ia berbaris di mihrab rumahnya, merundukkan tulang punggung guna mengulang juz-juz Alquran dan menangis karena takut kepada Allah. Sampai-sampai keluarga dan para tetangga dekatnya merasa kasihan terhadapnya karena seringnya mereka mendengar tangisnya yang seakan memutus urat nadi hati. Ketika berkeliling pasar pada siang hari untuk berjual-beli, dia senantiasa mengingatkan manusia akan akhirat dan membuka mata mereka akan fitnah dunia. Dia bercerita kepada mereka dengan cerita menarik dan membimbing mereka kepada hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah serta memutuskan perkara yang diperselisihkan di antara mereka. Terkadang dalam satu kesempatan, dia bercerita dengan cerita yang enak didengar sehingga mampu menghapuskan keburaman jiwa mereka tanpa harus mengurangi kewibawaan dan keagungan citra beliau di sisi mereka. Allah telah menganugerahinya sebagai sosok penuntun dan geliat ahli kebajikan serta mengaruniai sebagai orang yang dapat diterima dan punya pengaruh. Manakala orang-orang yang tengah tenggelam dalam suasana dan lalai kebetulan melihatnya di pasar, mereka pun tersadar lantas mengingat Allah, bertahlil dan bertakbir. Hidup yang Sirin praktikkan merupakan tuntuan yang baik bagi manusia. Tiadalah dua hal yang dihadapi dalam perniagaannya kecuali dia akan mengambil mana di antara keduanya yang lebih menambatkan dirinya dengan agamanya, sekalipun mengakibatkan kerugian duniawi bagi dirinya. Bila ada orang yang berpamitan kepadanya untuk suatu perjalanan bisnis, dia selalu berpesan, "Bertakwalah kepada Allah, wahai anak saudaraku! Carilah rejeki ditakdirkan kepadamu dengan cara yang halal. Ketahuilah bahwa jika engkau mencarinya tanpa cara yang halal, niscaya kamu tidak akan mendapatkannya lebih banyak dari apa yang telah ditakdirkan kepadamu." Muhammad bin Sirin juga memiliki catatan sejarah yang dapat dibuktikan dan amat masyhur saat menghadapi penguasa Bani Umayyah dengan berani mengucapkan kebenaran dan ikhlash memberikan nasehat bagi Allah, Rasul-Nya serta para pemimpin kaum Muslimin. Di antara contohnya, kisah Umar bin Hubairah al-Fazary, salah seorang tokoh besar Bani Umayyah dan penguasa Irak yang mengirimkan surat untuk mengundangya berkunjung. Maka, dia pun datang menjumpainya bersama anak saudaranya. Sang penguasa pun menyambungnya dengan hangat, memberikan penghormatan untuk kedatangannya, meninggikan tempat duduknya serta menanyakannya seputar beberapa masalah agama, kemudian berkata kepadanya. "Bagaimana kondisi penduduk negerimu saat engkau meninggalkannya, wahai Abu Bakar?" "Aku tinggalkan mereka dalam kondisi kezaliman merajalela terhadap mereka dan kamu lalai terhadap mereka," katanya. Karena ucapan ini, anak saudaranya memberikan isyarat dengan pundaknya. Lalu dia menoleh ke arahnya sembari berkata, "Engkau bukanlah orang yang kelak akan dipertanyakan tentang mereka tetapi akulah orang yang akan dipertanyakan itu. Ini adalah persaksian, siapa yang menyembunyikannya, maka hatinya berdosa." Ketika pertemuan itu bubar, Umar bin Hubairah mengucapkan selamat berpisah kepadanya dengan perlakuan yang sama saat menyambutnya, yaitu dengan penuh kehangatan dan penghormatan. Bahkan dia memberikannya sebuah kantong berisi uang 3.000 dinar, namun Ibn Sirin tidak mengambilnya. Sudah menjadi kehendak Allah untuk menguji ketulusan dan kesabaran Muhammad bin Sirin. Karena itu, Dia mengujinya dengan ujian yang biasa dihadapi oleh orang-orang beriman. Ketika Anas bin Malik RA sudah dekat ajalnya, dia berwasiat agar yang memandikan dan mengimami shalat atasnya adalah Muhammad bin Sirin yang saat itu masih di penjara. Tatkala Anas wafat, orang-orang mendatangi penguasa itu dan memberitakannya perihal wasiat sahabat Rasulullah SAW tersebut, lalu mereka meminta izinnya agar membiarkan Muhammad bin Sirin ikut bersama mereka untuk merealisasikan wasiat itu. Sang penguasa pun mengizinkan. Lantas berkatalah Muhammad bin Sirin kepada mereka, "Aku tidak akan keluar hingga kalian meminta izin juga kepada si tukang minyak sebab aku dipenjara hanya karena ada hutang yang aku harus bayar kepadanya." Maka si tukang minyakpun mengizinkannya juga. Dia keluar dari penjara, kemudian memandikan dan mengkafani Anas RA. Setelah itu, dia kembali ke penjara sebagaimana biasanya dan tidak sempat menjenguk keluarganya sendiri. Muhammad bin Sirin wafat pada usia 77 tahun. ( yus/berbagai sumber )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar