translated to :

English French German Spain Italian Dutch

Russian Brazil Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Translate Widget by Google

Rabu, 01 Februari 2012

Mir Damad, 'Mendamaikan' Filsafat dan Agama

Ranah filsafat Islam diwarnai karya orang-orang yang brilian. Pergulatan pemikiran mereka, telah mampu melahirkan beragam karya melegenda. Mir Damad, adalah salah satu filsuf Islam yang pemikiran-pemikirannya mendapatkan banyak penghargaan dan apresiasi itu. Ia yang bernama lengkap Mir Burhan al-Din Muhammad Baqir Damad, sering disebut oleh kalangan ilmuwan sebagai guru ketiga setelah Aristoteles dan Al Farabi. Ia lahir dalam keluarga yang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Ia juga dikenal dengan sebutan Sayyid al-Afadil atau pangeran yang terpelajar. Ia lahir di Astrabad namun besar di Mashhad, yang merupakan kota pusat pengajaran agama di Iran. Di kota inilah ia melahap beragam pemikiran, termasuk mengkaji secara mendalam pemikiran Ibn Sina. Di kemudian hari ia berkelana ke Isfahan pada saat wilayah itu dikuasai oleh dinasti Syah Abbas. Qazvin serta Kashan pun menjadi kota yang ia singgahi untuk menimba ilmu. Pada akhirnya ia pun bersinggungan dengan aliran filsafat Yunani. Tak heran jika kemudian ia membawa beragam tradisi ke dalam ranah filsafat Islam. Mir Damad membawa serta filsafat Aristoteles, kemudian menggabungkannya dengan aliran Neoplatonik serta mistitisme islam. Mengenai mistitisme ini, Mir Damad memang pernah dikenal sebagai filsuf gnostik (kalangan yang sering mengasingkan diri). Ia pun selalu melontarkan argumen bahwa aktivitas pikiran akan membawa seseorang merasakan sebuah perjalanan spiritual. Pengalaman spiritual yang seseorang rasakan pada akhirnya juga menyebabkan semakin tingginya rasionalitas seseorang. Tak heran jika filsafat dan mistitisme pun ia kaji. Laiknya sarjana Muslim lainnya, Mir Damad tak hanya menguasai filsafat dan mistitisme dalam otaknya saja. Namun ia pun menuliskannya dalam beragam karya. Banyak ilmuwan di masanya dan sesudahnya menyatakan bahwa tulisan Mir Damad begitu komprehensif. Salah satu karyanya yang melegenda adalah Al Qabasat. Kalangan filsuf pada masa berikutnya, termasuk Mulla Shamsa Gilani dan Aqa Jani Mazandarani, berlomba memberikan komentar terhadap karya ini. Patut diketahui bahwa sejak awal karya ini memang mendapatkan apresiasi bagus. Dalam Al Muqabasat, Mir Damad memberikan paparan mengenai pertanyaan inti yang kerap diperbincangkan orang. Yaitu pertanyaan mengenai penciptaan dunia dan eksistensi dunia sebagai sebuah kekuasaan Tuhan. Karyanya itu merupakan sebuah respons atas permintaan muridnya untuk menuliskan argumen mengenai penciptaan. Dan ia memang melakukannya. Jawaban inti dalam karyanya menyatakan bahwa semua model ciptaan, berasal dari ketiadaan. Dengan demikian, semua wujud yang ada di alam semesta merupakan ciptaan Tuhan, bukan terjadi dengan sendirinya. Ia merinci segalanya dalam sepuluh bab yang ia sebut sebagai qabas atau percikan api. Ia tak hanya memaparkan penciptaan dan beragam bentuknya. Namun ia pun memperkuat dengan argumen ilahiah, seperti diuraikannya dalam qabas keempat. Dalam bab ini, ia menyuguhkan argumen penciptaan Allah atas keberadaan makhluk yang ada di alam raya. Ia juga memaparkan bukti-bukti yang ada di dalam Alquran, hadis Nabi Muhammad SAW serta kitab-kitab yang dituliskan oleh para imam. Ini ia gunakan sebagai penopang argumentasi pada bab-bab sebelumnya. Ia pun menyatakan bahwa apa yang ada, artinya semua ciptaan yang ada di alam raya, akan kembali kepada Dzat Yang Mahatinggi, yaitu Allah SWT. Isi karyanya ini memang berkorelasi dengan pandangannya. Bagi Mir Damad, semua ciptaan ada melalui siklus emanasi dari kehadiran Yang Mahatinggi ke dunia fisik, kemudian kembali kepada-Nya. Dengan kata lain, melalui kekuasaan-Nya Allah menciptakan segalanya. Dan pada akhirnya, semuanya kembali kepada-Nya. Mir Damad juga melontarkan konsep mengenai hierarki waktu dan dunia. Ia mengembangkan konsep tersebut berdasarkan argumen-argumen para filsuf pendahulunya, seperti Ibn Sina, Nasir-i Khusrow, dan Khwajah Nasir Al-Tusi. Hierarki waktu dan dunia yang ia kemukakan adalah dhati, dahri, serta zamani. Dari konsepsi waktu dan dunia ini, Mir Damad akhirnya mencapai pemahaman yang unik mengenai penciptaan. Ia membedakannya menjadi tiga, yaitu al-'alam al-sarmadi (dunia yang tinggi) yang merupakan ruang bagi kehadiran Yang Mahatinggi, al-'alam al-dahri (dunia yang kekal), dan ketiga adalah al-'alam al-zamani (dunia yang fana) yang merupakan ruang bagi terjadinya kejadian keseharian, makhluk hidup bahkan perbuatan korupsi. Apa yang dicapai oleh Mir Damad melalui pemisahan yang sistematik dari keberadaan dunia di atas, merupakan langkah efektif dalam pemilahan hierarki bagi keberadaan Tuhan, di mana Tuhan berada pada hierarki yang teratas. Tuhan dapat mengawali dan menjaga dunia. Juga menjadi tujuan akhir. Bahkan dengan konsepsinya ini, banyak kalangan filsuf yang menyatakan bahwa Mir Damad telah berhasil menjembatani pemikiran antara teolog dan para filsuf. Dengan demikian, ia mampu mendamaikan antara hukum agama dan alasan yang berasal dari pendayagunaan akal. Pada zamannya, ini merupakan pencapaian yang luar biasa. Sebab telah lama memang ada benturan antara teolog dengan filsuf. Banyakelumnya, antara teolog dan filsuf selalu berbenturan. Para pengikutnya berkesimpulan, agama dan filsafat tak akan pernah bertemu. Mungkin keduanya bisa bersinggungan, namun tak pernah menemukan titik yang sama. Pada masanya, Mir Damad memang merasakan iklim penentangan terhadap filsafat yang sangat keras. Apalagi penetangan filsafat itu didukung oleh sebuah kekuatan politik yang ada. Para pemangku jabatan menggunakan kedudukannya untuk menentang perkembangan filsafat. Namun akhirnya, Mir Damad mampu mendayagunakan potensinya kemudian menjembatani keduanya. Mir Damad meninggal dunia pada tahun 1631 karena sakit, saat mengadakan perjalanan menuju Karbala, Irak. Ia kemudian dikebumikan di Najaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar